Tunggakan Capai Rp 184 Miliar, Aceh Selatan Baru Bisa Lunasi Utang Rp 20 Miliar
, Tapaktuan — Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan mulai membuka lembaran baru dalam penataan keuangan daerah. Setelah bertahun-tahun dibayangi tumpukan tunggakan, Pemkab memastikan baru mampu melunasi hampir Rp 20 miliar dari total utang yang mencapai Rp 184,2 miliar berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
Bupati Aceh Selatan, Mirwan MS, menyebut angka Rp 20 miliar itu merupakan hasil efisiensi anggaran yang dilakukan dalam beberapa bulan terakhir. Penghematan dilakukan secara ketat melalui pemangkasan belanja rutin, penundaan kegiatan dinas, hingga pemotongan pengeluaran nonprioritas.
“Insya Allah mulai bulan depan kemampuan kita hampir 20 miliar untuk membayar tunggakan. Itu hasil efisiensi dari berbagai sektor, termasuk penghematan belanja ATK dan kegiatan dinas yang tidak mendesak,” kata Mirwan, Jumat (14/11/2025).
Menurutnya, langkah efisiensi tersebut tidak hanya menyelamatkan kondisi fiskal daerah, tetapi juga menjadi titik awal penataan ulang tata kelola keuangan yang selama ini terseok-seok akibat data yang tidak sinkron. Ia menegaskan seluruh pembayaran akan dilakukan berdasarkan data yang telah diverifikasi menyeluruh.
“Semua pembayaran akan dilakukan berdasarkan data yang sudah diverifikasi. Kita tidak ingin ada kesalahan atau ketidaktepatan dalam proses ini,” tegasnya.
Dalam laporan pemeriksaan keuangan bernomor 24.A/LHP/XVIII.BAC/06/2025, BPK mencatat beban utang Aceh Selatan pada 2024 melonjak 50,36 persen, atau setara peningkatan Rp 61,7 miliar dibanding tahun sebelumnya. Total utang mencapai Rp 184,2 miliar, terdiri dari: Belanja pegawai: Rp 9,04 miliar, Belanja barang dan jasa: Rp 71,9 miliar, Belanja hibah: Rp 22,6 miliar, Belanja bantuan sosial: Rp 1,6 miliar, Belanja modal: Rp 72,4 miliar, Belanja tak terduga: Rp 2,4 miliar, dan Belanja bagi hasil: Rp 3,9 miliar
BPK juga menemukan ketidakmampuan keuangan daerah untuk membayar utang belanja yang mencapai Rp 267,3 miliar, meningkat signifikan dari tahun sebelumnya yang berada di angka Rp 124,5 miliar. Selain itu, terdapat SiLPA tahun berjalan Rp 4,4 miliar serta sisa dana earmarked yang digunakan pada kegiatan lain senilai Rp 132,3 miliar.
Laporan tersebut menegaskan bahwa sebagian besar utang yang membengkak merupakan tagihan atas kegiatan yang telah dilaksanakan, tetapi tidak dapat dibayar karena kas daerah tidak mencukupi.[]
