ANTINARKOBA

Refleksi 23 Tahun Abdya: Menulis Ulang Mimpi ‘Bumoe Breuh Sigupai’

Foto INISIATIF.CO

INISIATIF.CO – Menapaki usia ke-23 tahun, Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) patut merefleksikan ulang arah dan prioritas pembangunannya. Di balik geliat pembangunan infrastruktur dan sektor perkebunan yang tampak di permukaan, masih tersimpan pekerjaan rumah yang sangat mendasar; kemiskinan, ketimpangan, dan persoalan kebutuhan dasar masyarakat.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) 2024, jumlah penduduk miskin di Abdya mencapai 24,44 ribu jiwa atau sekitar 15,32 persen dari total populasi. Angka ini menunjukkan bahwa satu dari tujuh warga Abdya hidup di bawah garis kemiskinan. Ini bukan sekadar statistik, ini adalah cermin bahwa pembangunan belum sepenuhnya menyentuh akar persoalan yang dirasakan masyarakat bawah.

Selama ini, Abdya dikenal sebagai daerah dengan potensi sumber daya alam yang besar, terutama di sektor perkebunan kelapa sawit. Namun, sektor ini justru didominasi oleh kalangan menengah ke atas. Manfaat ekonominya tidak sepenuhnya dirasakan masyarakat kecil. Ironisnya, masyarakat yang menggantungkan hidup dari sektor pertanian dan perikanan (dua sektor yang menjadi tulang punggung kehidupan di Abdya) masih menghadapi berbagai keterbatasan. Produktivitas pertanian rendah, irigasi belum memadai, dan petani kekurangan akses teknologi dan modal.

Di sektor perikanan, nelayan-nelayan tradisional masih bekerja tanpa dukungan fasilitas dasar seperti cold storage, sentra distribusi, dan industri pengolahan hasil laut. Bahkan untuk produk sederhana seperti kerupuk ikan, Abdya justru bergantung pada pasokan dari luar daerah. Ini adalah indikasi betapa lemahnya hilirisasi dan industrialisasi sektor maritim yang sejatinya sangat potensial.

Lebih memprihatinkan lagi, kebutuhan dasar seperti air bersih dan sanitasi masih menjadi persoalan akut. Bahkan di Blangpidie, ibu kota kabupaten yang memiliki sumber air melimpah, distribusinya belum maksimal. Banyak rumah tangga belum memiliki MCK (mandi,cuci,kakus) yang layak. Masalah-masalah ini mestinya sudah tuntas di usia ke-23 tahun sebuah kabupaten.

Editor : Ikbal Fanika
Tutup