HUT RI Ke 80

Miris, Kasus HIV di Aceh Kini Banyak Menyerang Usia Produktif

Perubahan pola penularan HIV di Aceh menjadi sorotan, dengan generasi muda kini masuk kelompok rentan baru. (Foto ilustrasi/iNews Surabaya).

INISIATIF.CO, Banda Aceh – Kasus HIV di Aceh kini menunjukkan pola penularan yang mengkhawatirkan. Jika sebelumnya lebih banyak ditemukan pada kelompok pengguna jarum suntik narkoba (penasun) serta menular ke pasangan maupun anak, tren terbaru justru mengarah ke kalangan generasi muda usia produktif.

Pergeseran pola ini diungkapkan oleh dr. Cut Laila Fauzia, Sp.KKLP, Konselor HIV di RSUD dr. Zainoel Abidin (RSUDZA), Senin (25/8/2025). Menurutnya, perubahan gaya hidup dan perilaku sosial menjadi salah satu faktor pemicu.

“Dulu kasus HIV di Aceh banyak ditemukan pada penasun. Penularan kemudian meluas ke istri atau pasangan, bahkan anak-anak. Namun sekarang, pola hidup dan gaya hidup yang berubah membuat angka kasus justru banyak ditemukan pada usia produktif, sekitar 25 tahun,” ungkap dr. Laila.

Fenomena ini disebut ironis karena Aceh dikenal sebagai daerah yang menerapkan syariat Islam. Namun kenyataannya, kasus HIV tetap muncul dan bahkan merambah ke kelompok usia muda yang aktif secara sosial. Kondisi ini menandakan adanya celah dalam edukasi, kontrol sosial, serta kesadaran masyarakat terkait kesehatan reproduksi dan penyakit menular.

“Padahal, generasi muda adalah aset bangsa yang harus dilindungi. Jika mereka terpapar HIV, dampaknya tidak hanya pada individu, tapi juga pada produktivitas masyarakat ke depan,” kata dr. Laila.

dr. Laila menekankan bahwa pencegahan lebih penting daripada pengobatan. Edukasi publik, kesadaran keluarga, serta pemeriksaan kesehatan secara dini merupakan langkah strategis untuk memutus mata rantai penularan HIV.

“Kesadaran sejak dini harus ditanamkan. Semua pihak, mulai dari keluarga, sekolah, hingga lembaga kesehatan—perlu terlibat aktif dalam memberikan pemahaman yang benar tentang HIV dan cara pencegahannya,” tegasnya.

Upaya edukasi dianggap krusial untuk mengikis stigma yang sering melekat pada penderita HIV. Stigma dan diskriminasi justru membuat penderita enggan memeriksakan diri, sehingga penularan sulit dikendalikan.

Para pakar kesehatan di Aceh sepakat bahwa masalah HIV tidak bisa hanya dibebankan kepada tenaga medis. Masyarakat, tokoh agama, institusi pendidikan, hingga lembaga pemerintah harus bahu-membahu menciptakan lingkungan yang sehat, aman, dan bebas dari stigma.

Program penyuluhan yang lebih masif di sekolah, kampus, dan ruang-ruang publik diyakini dapat menjadi salah satu solusi. Selain itu, akses pemeriksaan dan layanan kesehatan yang ramah bagi remaja juga perlu diperkuat agar generasi muda tidak takut memeriksakan diri.

“Jika edukasi berjalan dengan baik dan layanan kesehatan terbuka untuk semua, kita bisa melindungi kelompok usia produktif dari ancaman HIV,” pungkas dr. Laila.[]

Editor : Yurisman
inisiatifberdampak
Tutup