INISIATIF.CO, Banda Aceh – Anggota DPD RI asal Aceh, H. Sudirman atau akrab disapa Haji Uma, mendesak pemerintah Indonesia untuk segera memulangkan MIS (24), warga Kecamatan Johan Pahlawan, Kabupaten Aceh Barat, yang diduga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Kamboja.
Haji Uma menjelaskan, korban diduga telah dipekerjakan secara paksa sebagai scammer oleh jaringan penipuan daring internasional. Pada 16 Juli 2025, MIS bersama sejumlah korban lain berhasil diamankan oleh otoritas kepolisian Kamboja di wilayah Sea Ream.
“Saat ini mereka berada di bawah pengamanan kantor Otoritas Keimigrasian Kamboja. KBRI Phnom Penh sudah berkoordinasi untuk proses pemulangan, tapi hingga akhir Juli 2025 korban masih belum kembali ke tanah air,” kata Haji Uma, Sabtu (9/8/2025).
Menanggapi hal tersebut, Haji Uma telah mengirim permohonan resmi kepada Kementerian Luar Negeri RI agar memberikan perlindungan maksimal dan memfasilitasi pemulangan korban.
“Kami sudah konfirmasi langsung dengan Kemenlu dan KBRI di Kamboja. Proses pemulangan sedang dalam pemantauan ketat,” ujarnya.
Dari hasil komunikasi dengan Duta Besar RI di Kamboja, diketahui bahwa terdapat 330 WNI lain yang mengalami nasib serupa dengan MIS.
“Kita minta pemulangan dipercepat dan perhatian khusus diberikan kepada warga Aceh yang menjadi korban perdagangan manusia berkedok tawaran kerja luar negeri,” tegas Haji Uma.
Kronologi MIS Terjerat TPPO
Menurut informasi, MIS berangkat ke Kamboja pada April 2025 setelah mendapat tawaran kerja dari teman SMP-nya. Ia dijanjikan gaji Rp15 juta–Rp30 juta per bulan dan bekerja di Singapura.
Pada 12 April 2025, MIS berangkat melalui jalur Medan, Sumatera Utara, dengan dokumen perjalanan yang diurus oleh pihak yang mengaku sebagai penyalur tenaga kerja. Namun, pada 30 April 2025, ia justru dibawa ke Stung Ta Nguon, Kamboja, dan ditempatkan di sebuah gedung untuk melakukan penipuan daring.
Korban tidak diizinkan keluar, bekerja di bawah pengawasan ketat, dan menerima upah jauh dari janji awal, hanya sekitar Rp1,8 juta selama hampir tiga bulan.
Keluarga MIS yang curiga melaporkan kasus ini kepada pemerintah desa, yang kemudian meneruskannya kepada Haji Uma. Laporan resmi juga dikirimkan oleh Keuchik Gampong Padang Seurahet.
Menindaklanjuti laporan tersebut, Haji Uma mengirim surat permohonan advokasi kepada Direktur Perlindungan WNI/BHI Kemenlu RI melalui surat bernomor 41/10.2/B-01/DPDRI/VIII/2025 tertanggal 6 Agustus 2025.
“Ini bukan sekadar kasus pribadi, tapi bagian dari fenomena besar perdagangan manusia. Pemerintah harus tegas melindungi warga negara kita,” tutup Haji Uma.[]
