Penolakan Tambang Abdya Dinilai Pilih Kasih, Siapa yang Bermain?
INISIATIF.CO, Blangpidie – Polemik tambang emas di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) terus menggelinding. Penolakan terhadap PT Abdya Mineral Prima (AMP) makin lantang disuarakan masyarakat dan berbagai elemen sipil.
Namun di balik gelombang protes tersebut, muncul pertanyaan mengapa sorotan hanya tertuju pada satu perusahaan, sementara perusahaan lain yang lebih dulu melakukan eksplorasi justru tak tersentuh.
Dalam beberapa hari terakhir, aksi penolakan terhadap AMP semakin masif. Tokoh masyarakat, mahasiswa, hingga kelompok lingkungan bergantian menyuarakan keberatan. Alasan utama yang mengemuka, potensi kerusakan lingkungan dan ancaman terhadap keberlanjutan hidup masyarakat.
Meski demikian, sejumlah warga menilai sikap selektif dalam penolakan ini terkesan janggal. Hafiz, warga Babahrot, mempertanyakan mengapa hanya satu perusahaan yang dipersoalkan, padahal ada beberapa perusahaan tambang lain yang sudah lama beraktivitas.
“Kalau memang alasannya lingkungan, mestinya semua ditolak. Jangan hanya PT Abdya Mineral Prima. Itu naif,” kata Hafiz, Kamis (28/8/2025).
Menurut Hafiz, jejak aktivitas tambang lain di Abdya sudah terlihat jelas, mulai dari pembukaan jalan hingga galian awal di sejumlah titik. Namun, keberadaan mereka jarang menjadi bahan diskusi publik. “Yang disorot malah perusahaan yang baru tahap awal. Ini menimbulkan tanda tanya,” ujarnya.
Izin Sah, Penolakan Menguat
Berdasarkan dokumen resmi, AMP memegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi dengan SK Nomor 540/DPMPTSP/91/IUP-EKS/2025. Izin itu berlaku sejak 17 Januari 2025 hingga 17 Januari 2033 dengan luas wilayah sekitar 2.319 hektare. Lokasi eksplorasi mencakup sejumlah gampong di Kecamatan Kuala Batee.
Meski secara administratif sah, kehadiran AMP di lapangan terganjal penolakan sosial. Hafiz mengingatkan, fenomena ini bisa memicu gesekan horizontal di tengah masyarakat. “Kalau hanya menolak satu perusahaan, sementara yang lain tidak, isu ini rawan dipolitisasi,” katanya.
Ia menilai pemerintah daerah harus hadir memberikan kejelasan. “Semua perusahaan yang punya izin harus diawasi. Publik harus tahu datanya, supaya penilaian tidak hanya berdasarkan isu,” tambahnya.