MaTA Tantang Aparat Penegak Hukum Ungkap Kasus Korupsi Besar di Aceh
Selama tahun 2024, kejaksaan menangani 18 kasus korupsi, sementara kepolisian menangani 13 kasus. Dari total 31 kasus korupsi yang terungkap tahun 2024, dana desa (APBG) mendominasi dengan 16 kasus, diikuti oleh APBK (11 kasus), APBA (tiga kasus), dan APBN (satu kasus).
Putusan Pengadilan yang Belum Memuaskan
MaTA juga menyoroti putusan Pengadilan Tipikor Banda Aceh pada tahun 2024, di mana sebanyak 40 kasus korupsi ditangani dengan total 78 putusan dan 82 terdakwa. Dari 82 terdakwa, 57 orang divonis ringan (1-4 tahun), 12 orang vonis sedang (4,1-10 tahun), satu orang divonis berat (10 tahun ke atas), dan 10 orang dijatuhi vonis bebas. Terdapat pula empat kasus yang diputus bebas oleh PN Tipikor Banda Aceh dan lima di tingkat banding.
Alfian mengungkapkan bahwa sejak tahun 2020 hingga 2024, terdapat 26 vonis bebas atas perkara korupsi di Aceh. Permohonan kasasi yang dikabulkan oleh Mahkamah Agung (MA) mencapai 69,24 persen, sedangkan 19,23 persen ditolak, dan 11,53 persen masih dalam proses.
“Putusan pengadilan dalam penanganan kasus korupsi di Aceh masih jauh dari harapan. Belum memberikan efek jera dan belum berpihak pada upaya pemberantasan korupsi,” tegas Alfian.
Rekomendasi MaTA
MaTA merekomendasikan agar kepolisian dan kejaksaan di Aceh lebih proaktif dalam menyelidiki dugaan kasus korupsi “kelas berat”, seperti pembangunan RS Regional dan pengelolaan dana Pokir DPRA. Selain itu, MaTA mengingatkan pentingnya pengungkapan kasus korupsi tidak hanya berhenti pada pelaku operasional, tetapi juga menjangkau pelaku utama.

MaTA menekankan perlunya penyidik dan JPU untuk lebih teliti dalam memenuhi bukti yang kuat dan lengkap, serta menghindari celah hukum bagi terdakwa.
“Kejaksaan harus lebih cermat dalam menyusun dakwaan agar tidak ada celah bagi terdakwa untuk lolos dari hukuman,” tambah Alfian.