Dr. Affandi, Dosen Muda UTU yang Bongkar Realitas Kemiskinan Desa di Aceh Lewat Disertasi
INISIATIF.CO, Meulaboh — Dosen muda Universitas Teuku Umar (UTU) Meulaboh, Dr Affandi SE MSi berhasil meraih gelar doktor dengan predikat terbaik setelah meneliti akar kemiskinan desa di Aceh, mengungkap fakta yang selama ini tersembunyi di balik angka statistik.
Affandi lahir dan besar di Aceh. Ia menempuh pendidikan sarjana dan magister di Universitas Syiah Kuala sebelum melanjutkan studi doktoral di Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.
Tantangan akademik harus diseimbangkan dengan kehidupan pribadi dan tanggung jawab sebagai pengajar. Dukungan keluarga menjadi kunci ketekunannya. Ia menikah dengan Fitra Miftahul Jannah SST bidan di RSUD Cut Nyak Dhien.
“Ibu dan istri selalu memberi semangat, bahkan saat saya hampir menyerah,” ujar Affandi.
Prosesi wisuda berlangsung pada Sabtu, 25 Oktober 2025, di Auditorium G.P.H. Haryo Mataram UNS, bersamaan dengan 1.400 wisudawan lain. Affandi lulus dengan IPK 3,98 dan predikat terbaik, membanggakan kampus dan tanah kelahirannya.
Disertasi berjudul “Pengaruh Kapabilitas Institusi, Konflik, Pandemi Covid-19, dan Kinerja Ekonomi Makro terhadap Desa Miskin di Provinsi Aceh: Pendekatan Analisis Multilevel” menelusuri faktor yang membuat kemiskinan bertahan di Aceh.
Metodologi penelitian menggabungkan analisis spasial dan multilevel logistik biner sehingga hasilnya relevan untuk kebijakan daerah.
“Kondisi desa miskin dipengaruhi institusi, infrastruktur ekonomi, layanan kesehatan, pendidikan, faktor sosial budaya dan lingkungan hidup. Lingkungan desa membentuk peluang atau hambatan bagi masyarakat keluar dari kemiskinan,” jelasnya.
Temuan menunjukkan autokorelasi spasial negatif: kemiskinan di satu wilayah memengaruhi wilayah lain. Konflik dan pandemi Covid-19 meningkatkan risiko kemiskinan, sementara pertumbuhan PDRB dan jumlah penduduk mendorong perbaikan ekonomi desa.
Affandi menekankan pentingnya pendekatan multidimensi. Ia rutin melakukan wawancara dengan warga desa, mendengar langsung tantangan mereka. “Bukan hanya angka yang penting, tapi cerita manusia di balik statistik,” kata dia.
Penelitian ini menyoroti perlunya kebijakan berbasis data geografis dan fokus pada “hot spot” kemiskinan seperti Aceh Timur, Aceh Utara, Bireuen, dan Aceh Besar. Infrastruktur, stabilitas keamanan, dan pencegahan konflik menjadi kunci agar kemiskinan tidak berulang.
Selain berhasil meraih gelar doktor, Affandi aktif meneliti, menulis, dan mengajar. Pada 2022, ia menerima IRSA Research Support on Regional Development in Aceh, penghargaan riset nasional. Bidang risetnya meliputi ekonomi pedesaan, kemiskinan, ekonomi regional, dan makroekonomi.
Bagi Affandi, gelar doktor bukan akhir perjalanan. Ia melihatnya sebagai awal misi besar: menerapkan ilmu untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat Aceh.
“Fenomena kemiskinan tidak bisa hanya dilihat dari individu, tapi juga lingkungan dan institusi di sekitarnya. Teruslah berjalan, jangan berbalik arah. Waktu selalu punya cara menjawab usaha kita,” tuturnya.[]
