90 Persen Aceh Tamiang Hancur Dihantam Banjir, Warga Sesalkan Presiden dan Wapres Tak Tinjau Lokasi Terparah
, Banda Aceh – Kondisi Aceh Tamiang dilaporkan porak-poranda setelah banjir besar melanda tiga provinsi di Sumatera sejak akhir November 2025.
Sekitar 90 persen wilayah kabupaten di pesisir timur Aceh itu disebut luluh lantak, mulai dari hulu hingga hilir. Namun tidak menjadi tujuan peninjauan Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran dalam kunjungan ke Aceh.
Presiden hanya meninjau Aceh Tenggara, sementara Wapres berkunjung ke Aceh Singkil, dua daerah yang dilaporkan tidak separah Aceh Tamiang, Aceh Timur, dan Aceh Utara.
“Aceh Tamiang itu kondisinya mulai dari hulu hingga hilir memprihatinkan, bang. Mulai dari pegunungan sampai pesisir dihantam banjir bandang. Aneh aja rasanya, Aceh Tamiang hancur lebur kayak gini, tapi Presiden Prabowo cuma ke Aceh Tenggara dan Wapres Gibran ke Aceh Singkil,” ujar Zahrul, warga Aceh Besar yang sedang berada di Desa Rantau Panjang, Karang Baru, Aceh Tamiang.
Zahrul telah enam hari terjebak di kampung halaman istrinya. Ia mengaku nyaris hanyut dalam banjir setinggi 6–7 meter yang menyapu permukiman.
Zahrul menyayangkan tidak menyeluruhnya informasi yang sampai ke pimpinan negara terkait kondisi banjir di Aceh. Ia menilai pemerintah pusat seolah tidak melihat langsung daerah yang paling parah terdampak.
“Ini kan pemerintah pusat kesannya kayak tutup mata. Wilayah yang parah tidak dilihat, malah ke tempat yang banjirnya biasa aja yang dilihat,” ungkapnya.
Memasuki hari ke-11 sejak banjir besar melanda Aceh pada 26 November 2025, laporan kelaparan datang dari sejumlah desa pedalaman Aceh Tamiang. Menurut Zahrul, sebagian wilayah memang sudah mendapat distribusi sembako, tetapi banyak pula yang belum tersentuh bantuan.
“Mungkin ada satu atau dua daerah yang di-drop sembako, tapi saya dapat kabar banyak yang nggak ada. Yang perlu pemerintah pusat tau, dampak banjirnya bukan di satu tempat, tapi sekitar 90 persen wilayah Aceh Tamiang hancur lebur,” katanya.
Zahrul berharap prioritas bantuan difokuskan pada wilayah pedalaman yang masih terisolir akibat tertutup lumpur dan puing banjir. Ia juga menilai mekanisme penyaluran yang meminta perwakilan desa mengambil logistik ke kota justru menyulitkan warga.
“Kalau bantuan menumpuk di kota, warga disuruh ambil ke kota, alasannya personel terbatas. Masalahnya kami kendaraan nggak ada, BBM pun susah. Saya setelah terjebak enam hari baru bisa servis motor terendam banjir. Dua hari ini saya bisa keluar dari Aceh Tamiang untuk cari sembako dan akses internet ke Langsa,” jelasnya.
Akademisi USK Desak Presiden Tinjau Langsung Lokasi Terparah
Akademisi Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh, Mufazzal, mendesak Presiden Prabowo turun langsung ke titik-titik bencana paling parah di Aceh seperti Aceh Tamiang, Aceh Timur, dan Aceh Utara. Ia menyebut ada tiga desa yang dilaporkan tersapu banjir bandang.
“Presiden jangan hanya menerima laporan dari bawahan, tapi lihat langsung kondisi riil di lapangan. Dikhawatirkan Presiden tidak mendapatkan informasi utuh, khususnya di wilayah terparah bencana,” ujarnya.
Selain itu, ia meminta pemerintah pusat membuka akses bantuan internasional agar dukungan kemanusiaan dapat masuk ke Aceh tanpa hambatan.
“Jangan sudah bantuan pusat tidak maksimal, bantuan luar pun tidak bisa masuk ke Aceh. Mirisnya, hari kesebelas bencana ini masih ada warga yang kelaparan,” tutupnya.[]
