ANTINARKOBA

Warga Kuala Terubu Tolak Eksekusi Lahan, Duga Ada Kejanggalan Putusan MA

Warga Gampong Kuala Terubu bersama kuasa hukumnya saat menyampaikan penolakan terhadap eksekusi lahan seluas 4 hektare oleh PN Blangpidie, Kamis 19 Juni 2025.( Foto: Fitria Maisir/INISIATIF.CO)

INISIATIF.CO, Blangpidie – Sekelompok warga Gampong Kuala Terubu, Kecamatan Kuala Batee, Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya), yang diwakili Umi Salamah dan lainnya, menolak pelaksanaan eksekusi lahan seluas 4 hektare yang dijadwalkan Pengadilan Negeri (PN) Blangpidie, Kamis, (19/6/2025). Alasannya, putusan Mahkamah Agung (MA) yang dijadikan landasan eksekusi itu dinilai penuh kejanggalan.

Ahmad Fadhli, kuasa hukum Umi Salamah Cs, menekankan bahwa pihaknya bukan bermaksud melawan putusan PN Blangpidie No. 8/Pdt.G/2021.

“Yang kami soal ialah lokasi tanah yang disengketakan. Ada dua sertifikat untuk satu objek yang berada di dua gampong dan bahkan kecamatan berbeda,” kata Ahmad.

Menurut Ahmad, lahan yang disengketakan berada di Dusun I, Gampong Kuala Terubu, Kecamatan Kuala Batee, berdasarkan sertifikat hak milik yang diterbitkan tahun 2011. Sementara itu, pihak penggugat, Husnizam dari Kota Subulussalam, mengklaim lahan itu berada di Gampong Blang Dalam, Kecamatan Babahrot.

“Yang membuat janggal, lokasi dari gampong penggugat itu berjarak sangat jauh dari objek tanah yang dimaksud. Ada dua gampong lain yang harus dilalui sebelum mencapai lahan yang diklaim,” kata Ahmad.

Ia juga mengungkapkan bahwa sertifikat milik penggugat terbit tahun 2018, sedangkan pihak tergugat telah memegang SHM dari tahun 2011.

Saat sidang di PN Blangpidie, kata Ahmad, pihaknya telah memaparkan bukti-bukti termasuk sertifikat dan kesaksian para pemilik lahan yang berbatasan dengan objek sengketa. Namun, bukti tersebut tidak dijadikan pertimbangan oleh majelis hakim yang diketuai Zulkarnain bersama Sakirin dan Muhammad Sutan Alfaiz.

“Padahal, dalam hukum perdata, kesesuaian batas tanah dan kesaksian tetangga sangat vital untuk memastikan tidak ada pihak yang dirugikan,” tegas Ahmad.

Ia juga mempertanyakan penerbitan sertifikat milik penggugat oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Abdya, padahal lahan itu telah bersertifikat atas nama tergugat.

“Kami menduga ada permainan oknum BPN Abdya. Laporan sudah kami kirimkan ke Kanwil BPN Aceh, Kementerian ATR di Jakarta, hingga Komisi III DPR RI dan Badan Pengawas MA,” ungkap Ahmad.

Saat pelaksanaan eksekusi, kata Ahmad, bukan hanya pihak tergugat yang keberatan, tetapi juga masyarakat dan perangkat gampong. Keuchik Kuala Terubu dan Keuchik Geulanggang Gajah bahkan menyebutkan bahwa lahan yang hendak dieksekusi berada di wilayah Kuala Terubu. “Saat itu Keuchik dari Blang Dalam tidak hadir,” ujarnya.

Karena mendapat penolakan dari warga, PN Blangpidie akhirnya menunda eksekusi tanpa menetapkan waktu lanjutan.

“Kami meminta Hakim MA membatalkan putusan ini dan memohon Ketua PN Blangpidie, Munawar Hamidi, untuk meninjau ulang penetapan eksekusi No. 2/Pdt.Eks/2024. Sebab, putusan ini membawa dampak bagi banyak pihak yang merasa dirugikan,” tegas Ahmad.[]

Editor : Yurisman
Tutup