ANTINARKOBA

UUPA Masuk Prolegnas Jangka Menengah, Pemerintah Aceh Minta Jadi Prioritas 2026

Foto bersama usai diskusi revisi UUPA, Plt Sekda Aceh, anggota DPRA, Forbes DPR/DPD RI asal Aceh, serta tokoh masyarakat dan akademisi bersatu memperkuat otonomi khusus Aceh. (Foto Pemerintah Aceh).

INISIATIF.CO, Jakarta – Langkah revisi Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) mulai menemukan jalannya. Dalam diskusi strategis yang digelar di Aula Badan Penghubung Pemerintah Aceh (BPPA), Cikini, Jakarta, Kamis (22/5/2025), Pemerintah Aceh bersama Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dan Forum Bersama (Forbes) DPR/DPD RI asal Aceh menyuarakan satu tekad, yakni UUPA harus menjadi prioritas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2026.

Diskusi yang berlangsung hangat ini membahas rancangan revisi UUPA Nomor 11 Tahun 2006, dengan fokus pada penguatan kewenangan Pemerintah Aceh serta jaminan fiskal dari pemerintah pusat. Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Aceh, M Nasir, turut hadir mewakili Pemerintah Aceh. Meski tidak menyampaikan sambutan resmi, kehadirannya menjadi sinyal kuat bahwa Pemerintah Aceh serius dalam mengawal proses revisi ini.

Kehadiran M Nasir juga menjadi penegasan atas komitmen Pemerintah Aceh dalam menjaga keberlanjutan otonomi khusus, yang lahir dari semangat perdamaian Helsinki. Rancangan revisi UUPA yang dibahas dalam forum ini mencakup perubahan terhadap delapan pasal dan penambahan satu pasal baru, sehingga total pasal menjadi 274.

Wakil Ketua DPRA, Ali Basrah, menyebut proses penyusunan draf telah melalui jalan panjang dan melibatkan banyak pihak.

“Revisi ini adalah bagian dari tanggung jawab kita bersama untuk memperjelas posisi Aceh dalam sistem ketatanegaraan nasional,” ujarnya di hadapan peserta forum.

Hal senada disampaikan Sekretaris Forbes DPR/DPD RI asal Aceh, Azhari Cage. Ia menekankan pentingnya revisi UUPA masuk dalam prioritas Prolegnas 2026 agar tak kehilangan momentum.

“UUPA sudah masuk dalam Prolegnas jangka menengah 2024–2029, tetapi belum menjadi prioritas tahun 2025. Jika tidak kita dorong untuk menjadi prioritas 2026, maka revisi ini bisa tertunda dan berisiko besar bagi masa depan dana otonomi khusus Aceh,” tegas Azhari.

Azhari menjelaskan bahwa dana otonomi khusus sebesar 1 persen dari APBN hanya dijamin sampai 2027. Tanpa revisi UUPA, maka peluang untuk memperjuangkan keberlanjutan dana tersebut akan sirna.

“Kami sudah melobi langsung Ketua Baleg DPR RI, dan berhasil memasukkan UUPA ke dalam Prolegnas. Tapi ini butuh kerja kolektif semua pihak,” tambahnya.

Dalam penutup forum, Forbes menyatakan kesiapan untuk duduk bersama Pemerintah Aceh dan Gubernur Aceh guna menyamakan persepsi terhadap kekhususan dan nilai-nilai adat istiadat Aceh yang tercermin dalam UUPA.

Diskusi berakhir dengan kesepahaman dan komitmen bersama dari semua pihak untuk terus mengawal proses revisi secara kolaboratif. Ini menjadi bentuk nyata dari ikhtiar kolektif untuk memperkuat keberadaan otonomi khusus Aceh dalam bingkai konstitusi yang adil dan bermartabat.[]

Editor : Ikbal Fanika
Tutup