Thailand Tuduh Kamboja Tak Beritikad Baik Jelang Perundingan Damai di Malaysia
INISIATIF.CO, Kuala Lumpur – Penjabat Perdana Menteri Thailand, Phumtham Wechayachai, melontarkan tudingan keras terhadap Kamboja menjelang pertemuan damai di Kuala Lumpur. Ia menilai negeri tetangganya itu tidak menunjukkan itikad baik dalam menangani eskalasi konflik bersenjata yang telah memasuki hari kelima di perbatasan kedua negara.
“Kami tidak yakin Kamboja bertindak dengan itikad baik, berdasarkan tindakan mereka dalam menangani masalah ini,” kata Phumtham kepada wartawan saat akan bertolak dari Bandara Internasional Bangkok, Senin (28/7/2025).
Pernyataan ini disampaikan di tengah tekanan internasional yang meningkat, setelah bentrokan bersenjata antara pasukan Thailand dan Kamboja kembali pecah pada Kamis lalu.
Thailand melaporkan sedikitnya 22 korban tewas, termasuk 14 warga sipil. Sementara itu, Kamboja hingga kini belum merilis data resmi jumlah korban dari pihaknya.
Malaysia Fasilitasi Perundingan, Trump Beri Ultimatum
Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, yang saat ini menjabat sebagai Ketua ASEAN, dijadwalkan memimpin perundingan damai di Kuala Lumpur pada pukul 15.00 waktu setempat (07.00 GMT).
Pertemuan tersebut dihadiri langsung oleh delegasi tingkat tinggi dari Thailand dan Kamboja, serta disaksikan oleh perwakilan dari Amerika Serikat dan China.
Langkah mediasi Malaysia disambut setelah tekanan kuat dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Pada Minggu (27/7), Trump menyatakan bahwa negosiasi pengurangan tarif dagang dengan kedua negara tidak akan dilanjutkan sebelum konflik bersenjata dihentikan.
“Pertempuran BERHENTI dulu. Baru kita bicara dagang,” tegas Trump dalam pernyataannya, seperti dikutip AFP.
Ultimatum dari Gedung Putih itulah yang memaksa Thailand melunak. Sebelumnya, Bangkok menolak upaya mediasi pihak ketiga. Kini, mereka menerima tawaran mediasi dari Malaysia yang dinilai lebih netral sebagai ketua organisasi kawasan.
Merespons situasi yang memanas, Kamboja telah menyerukan gencatan senjata “segera” pada Sabtu lalu. Perdana Menteri Hun Manet, yang memimpin langsung delegasi Phnom Penh ke Malaysia, menyatakan bahwa pihaknya terbuka untuk solusi damai dan menyayangkan jatuhnya korban sipil akibat konflik ini.
Namun hingga hari ini, ketegangan di lapangan belum mereda. Bentrokan sporadis dilaporkan masih terjadi di sejumlah titik perbatasan, meski intensitasnya berkurang dibandingkan hari-hari sebelumnya.
Pertemuan di Kuala Lumpur menjadi harapan baru untuk menghentikan konflik yang berpotensi meluas ini. Para pengamat menilai, kehadiran utusan dari AS dan China memberikan sinyal bahwa kepentingan geopolitik kawasan kini berada di ujung tanduk, dan gencatan senjata harus segera dicapai.
ASEAN sendiri belum mengeluarkan pernyataan resmi sebagai organisasi, namun Anwar Ibrahim telah menegaskan bahwa inisiatif mediasi ini dilakukan atas nama stabilitas regional dan penghormatan terhadap kedaulatan kedua negara.
“Kami menginginkan perdamaian yang berkeadilan dan menghormati integritas wilayah masing-masing,” ujar Anwar dalam keterangan singkatnya sebelum membuka pertemuan tertutup tersebut.
Jika tidak tercapai kesepakatan dalam waktu dekat, para analis memperingatkan, konflik ini bisa menjadi krisis diplomatik serius yang menguji soliditas ASEAN dan keseimbangan kekuatan di Asia Tenggara.[]