Tanpa Pers, Demokrasi Tak Bernyawa
INISIATIF.CO – Dalam sistem demokrasi modern yang menjunjung prinsip trias politica (pemisahan kekuasaan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif) kehadiran pers tak sekadar pelengkap, melainkan penyeimbang yang menjaga agar roda kekuasaan tak melenceng dari rel konstitusi.
Pers adalah ruang kontrol publik, pembuka tabir kebijakan yang tertutup, dan penghubung antara rakyat dan para pemangku kepentingan.
Di era digital, arus informasi mengalir deras, tetapi bukan berarti kebenaran ikut mengalir bersama. Justru di situlah fungsi pers menjadi krusial, memilah fakta dari hoaks, mempertemukan suara yang dibungkam dengan ruang yang layak, dan menempatkan nurani sebagai dasar kerja jurnalistik. Kebebasan pers bukan hanya soal hak menulis atau menyiarkan berita, tapi tentang hak rakyat untuk tahu.
Bayangkan dunia tanpa kebebasan pers. Maka yang tersisa hanyalah ruang hampa, negara-negara yang berjalan tanpa diawasi, pemimpin yang tak bisa dikritik, keadilan yang hanya berlaku bagi yang kuat, dan rakyat yang dikunci dari informasi. Tanpa pers yang bebas, kekuasaan akan tumbuh tanpa rem, dan kebenaran akan menjadi relatif, tergantung siapa yang paling lantang bicara.
Dalam sejarah, banyak peristiwa besar yang bergulir karena keberanian pers, skandal Watergate yang menjatuhkan presiden, pembongkaran kasus korupsi berjemaah, hingga pengungkapan tragedi kemanusiaan yang coba disembunyikan negara. Semua terjadi karena ada jurnalis yang tak takut bersuara, meski kadang dibayar mahal dengan intimidasi, pemenjaraan, atau bahkan nyawa.
Namun, kebebasan pers tidak boleh dimaknai sebagai kebebasan tanpa batas. Ia harus bertanggung jawab, tunduk pada etika, dan berpihak pada kebenaran. Ketika pers menjadi alat propaganda atau penggiring opini yang menyesatkan, maka kepercayaan publik runtuh, dan demokrasi menjadi rapuh.
Di Indonesia, kebebasan pers dijamin konstitusi. Tapi dalam praktiknya, jurnalis masih menghadapi banyak tantangan: kriminalisasi, kekerasan saat meliput, tekanan politik, dan sensor terselubung dari pemilik media.
Karena itu, Hari Kebebasan Pers Sedunia bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan momen refleksi. Sudahkah kita benar-benar bebas? Sudahkah kita memberi ruang yang aman dan bermartabat bagi pers untuk menjalankan fungsinya? Akhirnya, mari kita sadari, tanpa pers yang bebas, demokrasi pincang, tanpa demokrasi, rakyat kehilangan suara.
Selamat Hari Kebebasan Pers Sedunia! Semoga pers terus menjadi cahaya di tengah gelapnya kekuasaan yang tak tersentuh. (Tim Redaksi)