HUT RI Ke 80

Sardiman Desak Pemkab Abdya Panggil Keuchik Soal Izin Tambang PT Abdya Mineral Prima

Ketua Komisi IV DPRK Abdya, Sardiman, saat menyampaikan penolakan izin tambang PT Abdya Mineral Prima dalam sidang paripurna DPRK, Kamis 28 Agustus 2025. (Foto: Fitria Maisir/INISIATIF.CO).

INISIATIF.CO, Blangpidie — Penolakan terhadap izin usaha pertambangan (IUP) eksplorasi emas yang dikeluarkan untuk PT Abdya Mineral Prima di Kecamatan Kuala Batee, Aceh Barat Daya (Abdya), terus menguat.

Ketua Komisi IV DPRK Abdya, Sardiman, menegaskan penolakannya dan meminta pemerintah memanggil para keuchik yang disebut terlibat dalam proses penerbitan rekomendasi izin.

“Izin ini cacat prosedur. Tidak ada persetujuan masyarakat, mekanisme berjenjang diabaikan, dan terkesan dipaksakan. Pemerintah tidak boleh menutup mata,” kata Sardiman, yang akrab disapa Tgk Panyang, dalam sidang paripurna DPRK, Kamis (28/8/2025).

IUP bernomor 540/DPMPTSP/19/IUPEKS./2025 yang diterbitkan DPMPTSP Aceh mencakup area 2.319 hektare di tujuh gampong: Kota Bahagia, Panton Cut, Kampung Tengah, Blang Panyang, Drien Beurembang, Krueng Batee, dan Alue Pisang.

Namun, menurut Sardiman, enam dari tujuh keuchik di kawasan itu mengaku ditipu perusahaan saat menandatangani dokumen rekomendasi. Mereka disebut tidak memahami maksud dari surat yang disodorkan.

“Kalau benar ada manipulasi tanda tangan, ini persoalan serius. Saya minta bupati segera memanggil para keuchik untuk dimintai keterangan. Jangan sampai nama masyarakat dicatut untuk kepentingan perusahaan,” ujarnya.

Penolakan juga datang dari mahasiswa dan organisasi kepemudaan Abdya. Mereka menilai aktivitas tambang emas berisiko merusak lahan pertanian dan mencemari sungai yang menjadi sumber kehidupan masyarakat.

“Kami tidak pernah diajak musyawarah. Tambang ini hanya akan merugikan rakyat,” ujar salah seorang mahasiswa dalam aksi unjuk rasa di Blangpidie.

Mereka menegaskan akan terus menggelar aksi hingga izin yang sudah terbit dicabut.

Sardiman menilai DPMPTSP Aceh tidak profesional dalam menerbitkan izin tersebut. Seharusnya, kata dia, ada tahapan konsultasi publik hingga rekomendasi pemerintah daerah sebelum izin dikeluarkan.

“Bagaimana mungkin izin seluas 2.319 hektare bisa keluar tanpa musyawarah gampong? Ini sangat janggal,” tegasnya.

Sebagai Ketua Komisi IV DPRK Abdya, Sardiman memastikan pihaknya akan terus mengawal persoalan ini dan mendesak pemerintah daerah berkoordinasi dengan Pemerintah Aceh untuk meninjau ulang izin tersebut.

Plt Sekda Abdya, Amrizal, mengatakan pihaknya akan segera melaporkan polemik ini kepada pimpinan daerah. Pemerintah, ujarnya, akan mencari jalan keluar terbaik dengan tetap memperhatikan aspirasi masyarakat.

“Pemerintah terbuka menerima masukan dari semua pihak. Keputusan yang diambil harus benar-benar untuk kepentingan masyarakat luas, bukan segelintir pihak,” kata Amrizal.

Sejumlah organisasi masyarakat dan mahasiswa berjanji tetap melanjutkan aksi penolakan. Mereka menegaskan suara rakyat tidak boleh dipinggirkan.

Dengan kian menguatnya desakan dari berbagai elemen, publik kini menanti langkah nyata Pemerintah Kabupaten Abdya maupun Pemerintah Aceh dalam menyikapi IUP yang dinilai cacat prosedur tersebut.[]

Editor : Yurisman
inisiatifberdampak
Tutup