Rektor UTU Usulkan Monumen Perdamaian Aceh Jadi Ikon Damai dan Pariwisata Modern
INISIATIF.CO, Meulaboh – Dalam momentum 20 tahun peringatan damai Aceh, Rektor Universitas Teuku Umar (UTU), Prof. Dr. Ishak Hasan, M.Si., mengusulkan pembangunan Monumen Perdamaian Aceh sebagai ikon baru perdamaian dan pariwisata modern di Tanah Rencong.
Usulan tersebut disampaikan dalam Focus Group Discussion (FGD) dan Kuliah Umum yang digelar oleh Badan Reintegrasi Aceh (BRA) di Auditorium UTU, Selasa, (17/6/2025).
Acara ini merupakan bagian dari peringatan dua dekade perdamaian Aceh bertema “Transformasi Konflik Menuju Perdamaian Positif Berkelanjutan.”
“Kita beri apresiasi kepada Pimpinan BRA dan Pemerintah Aceh karena telah mempercayakan UTU melakukan FGD terkait pembangunan Monumen Perdamaian Aceh untuk Indonesia dan dunia,” ujar Rektor UTU Prof Ishak Hasan.
Prof. Ishak menekankan pentingnya kehadiran monumen sebagai pengingat sejarah sekaligus pemantik masa depan. Ia menggambarkan monumen ini sebagai “tinta emas pengingat generasi bahwa rakyat, rezim, pemerintahan boleh berganti tetapi perdamaian harus berlangsung lestari.”
Lebih jauh, Rektor UTU menawarkan visi monumen yang tak hanya sarat makna simbolik, namun juga memiliki nilai ekonomi dan daya tarik pariwisata. Ia mengusulkan agar monumen ini dibangun sebagai landmark yang terintegrasi dengan sentra kuliner, kerajinan lokal (handycraft), fasilitas UMKM, dan ruang publik modern.
“Monumen perdamaian harus dibangun dengan landscape yang indah, akses transportasi yang mudah, serta menjadi objek wisata yang mencerminkan nilai-nilai lokal sekaligus bernuansa modern,” jelasnya.
Dalam rangka memastikan monumen mewakili suara rakyat, Rektor UTU menyarankan agar desain monumen ditentukan melalui sayembara terbuka. Namun jika tidak memungkinkan, UTU siap mendampingi penyusunan desain dan prototipe berdasarkan hasil kajian akademik.
Ia juga menambahkan bahwa narasi dalam monumen perlu menyentuh sisi emosional dan sejarah Aceh. Salah satu usulan narasi utama yang diangkat adalah:
“Selamat Datang di Aceh, Serambi Mekah, Bumi Para Ulama dan Syuhada. Semoga Perang Tidak Terulang Lagi.”
Ruang Edukasi dan Jejak Sejarah
Monumen ini diharapkan tidak hanya menjadi tempat kunjungan, namun juga ruang edukasi sejarah damai Aceh. Untuk itu, Prof. Ishak mengusulkan penyusunan linimasa yang memuat seluruh fase konflik dan rekonsiliasi di Aceh, termasuk perjuangan DI/TII hingga perdamaian GAM-RI.
Selain naskah akademik, ia juga mendorong penerbitan buku berjudul “Monumen Perdamaian Aceh untuk Dunia: Merawat Memori, Menjemput Masa Depan” sebagai warisan intelektual bagi generasi selanjutnya.
FGD tersebut turut dihadiri oleh Ketua BRA, Jamaluddin, SH., M.Kn., serta Tenaga Ahli Khusus Wali Nanggroe Bidang Hukum, T. Kamaruzzaman, SH. Moderator acara adalah Dr. Afrizal Tjoetra, M.Si.[]