Publikasi Bukan Pencitraan, Tapi Kebutuhan Birokrasi Modern
Bekerja Diam-diam Itu Tidak Lagi Relevan
“Yang penting kerja, tidak perlu pencitraan,” adalah narasi lama yang kini terdengar usang. Bekerja dalam senyap mungkin terdengar mulia, namun dalam konteks pelayanan publik, justru berbahaya. Ketika publik tidak tahu apa yang sedang dikerjakan pemerintah, maka ruang publik akan diisi oleh spekulasi, kritik tak berdasar, bahkan disinformasi.
Kerja-kerja institusi negara harus dilihat, dibaca, dan dirasakan. Di sinilah media berperan penting. Apakah melalui rilis resmi, advertorial, atau kerjasama strategis, semua sah dan sahih, selama transparan dan sesuai etika jurnalistik. Sayangnya, pola kerjasama media pun seringkali dianggap beban, bukan investasi komunikasi. Ini terjadi karena kurangnya pemahaman manajerial dari para pimpinan birokrasi.
Pemimpin yang baik tidak hanya menargetkan output teknis, tapi juga mengelola persepsi dan komunikasi. Mereka paham bahwa publikasi bukan pemborosan, melainkan bagian dari tanggung jawab moral dan profesional untuk memastikan publik tahu dan mendukung kerja pemerintah.
Sudah saatnya paradigma lama ditinggalkan. Humas bukan sekadar pelengkap, media bukan musuh yang perlu dihindari, dan publikasi bukan sekadar formalitas. Di tengah arus informasi yang begitu cepat dan luas, diam bukanlah emas.
Instansi yang tidak hadir di ruang publik akan dilupakan. Dan yang lebih parah, kerja baik yang tak dikabarkan bisa dianggap tak pernah dilakukan. Maka, reformasi birokrasi seharusnya juga mencakup reformasi komunikasi.
Birokrasi yang sehat adalah birokrasi yang terbuka, komunikatif, dan sadar bahwa legitimasi kebijakan hari ini sangat ditentukan oleh seberapa baik ia dikabarkan dan dipahami oleh publik. (Tim Redaksi).