Proyek Langit Arab Saudi, Habiskan Rp800 Triliun demi Jadi Pusat Penerbangan Dunia
INISIATIF.CO, Riyadh — Arab Saudi sedang mengguncang peta penerbangan dunia. Dengan ambisi menembus langit global, Kerajaan menggelontorkan lebih dari 200 miliar riyal Saudi (sekitar Rp800 triliun) untuk menjadikan dirinya sebagai pusat penerbangan internasional terkemuka pada tahun 2030.
Transformasi masif ini bukan sekadar mimpi. Dalam laporan Arab News, para analis dan pemangku kepentingan industri menyebut Arab Saudi tengah mempercepat pembangunan infrastruktur, memperkenalkan maskapai nasional baru, dan menerapkan teknologi berkelas dunia. Semua langkah ini bagian dari strategi besar Visi 2030.
Kerajaan menargetkan 330 juta penumpang dan 4,5 juta ton kargo per tahun di 250 tujuan pada akhir dekade ini. Pada 2024 saja, Arab Saudi telah mencetak rekor dengan 94 juta penumpang, melonjak 15 persen dari tahun sebelumnya. Kargo udara juga meningkat tajam sebesar 52 persen, mencapai hampir 1 juta ton.
“Selama lima tahun ke depan, kami berharap digitalisasi dan konektivitas terus berkembang, dan Arab Saudi akan semakin kuat posisinya sebagai pusat global, yang akan memacu pertumbuhan ekonomi dan sosial bagi Kerajaan,” kata Kamil Al-Awadhi, Wakil Presiden Regional IATA untuk Afrika dan Timur Tengah.
Salah satu pilar transformasi ini adalah peluncuran Riyadh Air pada 2025. Maskapai layanan penuh ini dirancang untuk menjadi wajah baru Arab Saudi di udara, dengan pesanan 60 Airbus A321neo dan kerja sama dengan Singapore Airlines, Air China, serta Delta Air Lines.
“Sebagai maskapai penerbangan nasional dengan layanan penuh, Riyadh Air tidak hanya akan meningkatkan konektivitas domestik tetapi juga memposisikan ibu kota Kerajaan sebagai pusat penerbangan global utama,” ujar Mark Bothorn dari Arthur D. Little Middle East.

Maskapai-maskapai lain ikut berevolusi. Saudia memesan 105 Airbus A320neo senilai US$19 miliar, sementara Flyadeal berencana menggandakan armada menjadi 100 pesawat. Tak ketinggalan, Flynas mengamankan kontrak 280 pesawat untuk memperluas jangkauan ke Afrika dan Eropa.
Infrastruktur pun dibenahi habis-habisan. Bandara Internasional Raja Salman di Riyadh dibangun menjadi salah satu yang terbesar di dunia, dengan target menampung 120 juta penumpang per tahun. Di saat yang sama, terminal di Bandara King Khalid diperluas, dan jet listrik eVTOL mulai dipersiapkan untuk penerbangan masa depan.
“Integrasi yang lancar antara bandara dan maskapai penerbangan dapat mengubah hal ini secara drastis, menggantikan rasa frustrasi dengan efisiensi dan bahkan momen-momen menyenangkan,” kata Bothorn.
Tidak hanya penerbangan komersial, sektor jet pribadi dan penerbangan bisnis juga dilibatkan. Dengan nilai pasar US$1,2 miliar tahun lalu dan proyeksi pertumbuhan 8,88% per tahun hingga 2029, Arab Saudi menghapus pembatasan charter asing dan membangun enam bandara penerbangan umum baru.
Pemerintah mengalokasikan 42 miliar riyal (sekitar Rp160 triliun) untuk infrastruktur dan transportasi pada 2025. Dana ini akan digunakan untuk membangun lounge mewah, memberi lisensi maskapai baru, dan memperluas jaringan bus antar kota.
Pada aspek keberlanjutan, Bandara Internasional Laut Merah mulai mengoperasikan SAF (Sustainable Aviation Fuel) yang dapat memangkas emisi hingga 35 persen per penerbangan. Pembangunan panel surya 400 MW dan penanaman 50 juta mangrove juga menjadi bagian dari misi lingkungan Arab Saudi.
“Kita tentu dapat mengharapkan pengalaman penumpang dan layanan pelanggan yang lebih baik,” kata Al-Awadhi. Ia menambahkan, “Maskapai penerbangan juga memperbarui armada mereka sehingga para pelancong akan terbang dengan pesawat terbaru, menikmati apa yang ditawarkan oleh teknologi baru.”
Meskipun ambisi ini terbilang “gila”, pengamat menyebut ini sebagai langkah berani yang bisa mendisrupsi industri global. Dengan konektivitas yang lebih baik, pengalaman penumpang yang makin cerdas, dan teknologi yang intuitif, Arab Saudi bertekad mengubah wajah penerbangan dunia dari padang pasir ke langit.[]
Sumber: ArabNews