ANTINARKOBA

Perang India-Pakistan, Laboratorium Senjata Global yang Akan Membentuk Wajah Konflik Masa Depan

Foto kolase INISIATIF.CO

INISIATIF.CO, Editorial – Pada awal Mei 2025, dunia menyaksikan babak baru dalam sejarah konflik militer, bukan karena skala kehancuran yang ditimbulkan, tetapi karena kualitas persenjataan yang diuji.

Perang terbatas antara India dan Pakistan, yang dikenal sebagai Operasi Sindoor, bukan hanya ajang saling serang dua kekuatan nuklir Asia Selatan, tetapi juga menjadi testbed global bagi sistem senjata canggih dari lima benua. Dalam waktu singkat, bentrokan ini mengungkap siapa yang unggul, siapa yang tertinggal, dan ke mana arah peperangan masa depan.

Tidak berlebihan jika menyebut konflik ini sebagai “Expo Senjata Langsung di Medan Tempur“. Senjata yang sebelumnya hanya hadir dalam simulasi dan latihan kini mendapatkan baptisan api; rudal BrahMos India, jet tempur Rafale Prancis, drone SkyStriker Israel, hingga sistem pertahanan udara China HQ-9. Bahkan rudal balistik taktis Fatah-2 Pakistan ikut ambil bagian.

Inilah kali pertama dalam sejarah modern, lebih dari setengah lusin negara besar—India, China, Prancis, Israel, Rusia, dan Turki—melihat produk militernya diuji bersamaan dalam satu konflik nyata.

Dalam sejarah panjang persenjataan, hanya konflik terbatas seperti ini yang mampu mengungkap performa sejati sistem senjata. Dari sini, peta kekuatan militer global bergeser. Bukan lagi hanya soal jumlah, tetapi presisi, otonomi, dan interoperabilitas antar-platform yang menentukan hasil.

India, yang selama ini dipandang sebagai importir senjata besar, kini menunjukkan tajinya lewat senjata buatan dalam negeri. Kombinasi mematikan jet Sukhoi Su-30MKI dan rudal BrahMos menunjukkan bahwa keunggulan militer kini dapat diwujudkan tanpa mengirim pesawat pengebom jauh ke wilayah musuh. Rudal ini menghantam sasaran dengan presisi dari ratusan kilometer, menembus sistem pertahanan Pakistan yang didukung oleh China.

SkyStriker—drone kamikaze yang dikembangkan oleh Israel dan diproduksi di India—bersama dengan amunisi loitering Nagastra-1 menjadi bintang baru dalam perang nirawak. Penggunaan UAV secara simultan untuk misi serangan, pengintaian, hingga pengalihan serangan membuat pertempuran udara berubah wajah.

Namun tidak semua ujian berakhir dengan kesuksesan. Beberapa platform senjata Tiongkok seperti PL-15 dan sistem AD HQ-9 dilaporkan gagal menunjukkan performa optimal. Veteran Angkatan Darat AS Kolonel John Spencer bahkan menyebut ini sebagai kekalahan diam-diam China tanpa perlu turun langsung ke medan laga.

Editor : Ikbal Fanika
inisiatifberdampak
Tutup