Perang 12 Hari Selesai, AS–Isræl Gagal Gulingkan Pemerintahan Republik Islam Iran
INISIATIF.CO, Teheran – Setelah dua belas hari serangan udara intensif terhadap fasilitas strategis di Iran, perang antara Israel dan Republik Islam Iran akhirnya berakhir dengan gencatan senjata pada Selasa, (24/6/2025). Meski digambarkan sebagai “misi sukses” oleh Tel Aviv dan Washington, kenyataannya rezim Iran tetap kokoh berdiri.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump dalam konferensi pers yang diunggah oleh @aljazeeraenglish menyatakan niatnya untuk berbicara dengan Iran dalam waktu dekat. Namun, ia juga menegaskan bahwa tidak memiliki ketertarikan serius pada hasil perundingan tersebut.
“Mungkin kami akan menandatangani kesepakatan, mungkin juga tidak. Saya tidak terlalu peduli. Yang penting, mereka tidak punya senjata nuklir, karena sudah dihancurkan,” ujar Trump, Kamis (26/6/2025).
Pernyataan Trump tersebut sekaligus membantah laporan badan intelijen AS yang menyebut bahwa serangan udara terhadap fasilitas nuklir Fordow, Natanz, dan Isfahan gagal menghancurkan komponen kunci dari program nuklir Iran.
Di pihak lain, Presiden Iran Masoud Pezeshkian secara resmi mengumumkan berakhirnya perang yang disebut sebagai “perlawanan heroik” bangsa Iran. Dalam pidato yang disiarkan kantor berita resmi IRNA, Pezeshkian menegaskan bahwa Republik Islam Iran akan tetap menegaskan hak sahnya untuk menggunakan tenaga nuklir secara damai.
“Hari ini, setelah perlawanan heroik bangsa kita, kita menyaksikan terbentuknya gencatan senjata dan berakhirnya perang 12 hari yang dipaksakan oleh petualangan dan provokasi Israel,” ujar Pezeshkian, Rabu (25/6/2025).
Pemerintah Israel melalui Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengklaim telah mencapai tujuan operasi Rising Lion, termasuk “menghilangkan ancaman eksistensial ganda” dari program rudal balistik dan nuklir Iran. Namun, laporan-laporan internasional menyebut, gempuran tersebut justru gagal mencapai target strategis secara penuh dan tidak menggoyahkan kekuasaan Republik Islam.
Netanyahu secara terbuka menyebut bahwa salah satu tujuan dari operasi militer ini adalah membuka peluang penggulingan rezim Teheran. Dalam sebuah pernyataan, ia berkata:
“Waktunya telah tiba bagi rakyat Iran untuk bersatu, memperjuangkan kemerdekaan dari rezim yang jahat dan menindas.”
Meski begitu, tidak ada tanda-tanda kerusuhan besar atau reaksi berantai dari masyarakat Iran. Bahkan Garda Revolusi Iran memuji respons mereka sendiri sebagai “pelajaran historis dan tak terlupakan bagi musuh Zionis”.
Sementara itu, pernyataan provokatif datang dari Presiden Trump yang mengunggah tulisan di Truth Social:
“Secara politis tidak tepat menggunakan istilah ‘Pergantian Rezim’, tetapi jika Rezim Iran sekarang tidak bisa MENGEMBALIKAN KEJAYAAN IRAN, kenapa tidak melakukan pergantian rezim??? MIGA – Make Iran Great Again.”
Pernyataan itu berseberangan dengan sikap Wakil Presiden AS JD Vance yang menegaskan bahwa AS tidak mendukung pergantian rezim di Iran, melainkan hanya ingin menghentikan program nuklir negara tersebut.
Gagalnya Upaya Penggulingan Rezim Teheran
Sumber intelijen menyebutkan bahwa Israel dan AS berharap agresi militer dapat memicu kekacauan internal di Iran. Namun, kekuatan politik dan militer di Iran, terutama yang bernaung di bawah Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), tetap solid. Meski beberapa pemimpin militer Iran tewas dalam serangan, tidak ada indikasi gerakan oposisi yang cukup kuat untuk menggantikan pemerintahan saat ini.
Beberapa kelompok oposisi seperti Reza Pahlavi, mantan putra mahkota Iran, dan organisasi eksil Mujahideen-e Khalq (MEK) dinilai belum mampu menyatukan kekuatan atau memunculkan figur alternatif yang disepakati secara luas di dalam negeri.
Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei turut angkat bicara menanggapi dinamika pascaperang.
“Mereka yang tahu sejarah dengan baik menyadari bahwa Iran dan rakyatnya tidak taat untuk menyerah,” kata Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei dikutip media Iran.
Pernyataan ini menjadi simbol dari sikap perlawanan yang telah lama ditanamkan dalam tubuh politik dan militer Iran terhadap upaya campur tangan asing.
Upaya AS dan Israel untuk melemahkan, bahkan menggulingkan Republik Islam Iran dalam perang 12 hari terbukti gagal. Meski gencatan senjata telah tercapai, situasi tetap rapuh. Namun satu hal yang jelas, meskipun perang membawa korban dan kehancuran, pemerintahan Iran tetap kukuh, dan agenda penggulingan rezim tidak tercapai.[]