HUT RI Ke 80

Pengadaan Pin Emas DPRK Senilai Rp463 Juta Tuai Kritik

Rencana pengadaan pin emas DPRK Aceh Tengah menuai kritik dari mahasiswa dan masyarakat di Takengon. (Foto: ist).

INISIATIF.CO, Takengon – Rencana pengadaan pin emas seberat 10 gram untuk 21 anggota DPRK Aceh Tengah dengan total anggaran mencapai Rp463 juta kembali memantik sorotan publik. Dari jumlah itu, sembilan pin disebut masih dalam proses pengadaan.

Kritik bukan hanya datang dari aksi unjuk rasa Aliansi Gayo Merdeka (AGM), tetapi juga dari kalangan akademisi. Ketua Himpunan Mahasiswa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (Hima PPKn) Fakultas Ilmu Pendidikan UMMAH, Fauzan Akbar, menilai pengadaan pin emas tersebut tidak sejalan dengan prinsip pengelolaan anggaran publik.

Fauzan menjelaskan, penggunaan pin bagi anggota DPRK memang memiliki dasar hukum sebagai simbol identitas dan kehormatan wakil rakyat. Namun, tidak ada aturan yang mewajibkan pin tersebut harus berbahan emas.

“Pin biasanya digunakan sebagai simbol, identitas, dan kedudukan kehormatan anggota DPRK sebagai wakil rakyat. Secara hukum, pin DPRK memiliki dasar sebagai identitas sah, tetapi bahan emas bukan kewajiban,” tegas Fauzan, Rabu (3/9/2025).

Ia menambahkan, setiap pengadaan barang dari APBD/APBK wajib berpegang pada asas efektivitas, efisiensi, dan kepatutan, sebagaimana diatur dalam PP No.18 Tahun 2017, UU No.23 Tahun 2014, UU No.30 Tahun 2014, hingga Permendagri No.77 Tahun 2020.

Menurut Fauzan, pembiayaan pin emas dari APBK harus mencerminkan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan kemanfaatan publik. Jika lebih menonjolkan simbol kemewahan ketimbang nilai substansial, maka hal tersebut dinilai bertolak belakang dengan semangat reformasi birokrasi.

“Apabila penggunaan emas hanya menonjolkan kemewahan, maka hal itu tidak sesuai dengan semangat reformasi birokrasi dan pelayanan publik,” ujarnya.

Ia menilai penggunaan bahan logam biasa sudah cukup tanpa mengurangi marwah DPRK. Anggaran besar yang dialokasikan untuk pin emas sebaiknya dialihkan pada sektor yang lebih bermanfaat.

“Wibawa anggota dewan tidak terletak pada perhiasan atau simbol emas, melainkan pada integritas, kepercayaan, dan tanggung jawab kepada rakyat. Lebih bermanfaat jika anggaran itu digunakan untuk sektor pendidikan, ekonomi, atau sosial. Toh, beasiswa pun masih kurang di wilayah tengah,” tambahnya.

Fauzan menutup pernyataannya dengan mengingatkan DPRK Aceh Tengah agar mengedepankan kepentingan masyarakat di atas kepentingan simbolik.

“Tidak menggunakan pin emas tidak akan hilangkan wibawa anggota DPRK. Karena yang dibangun itu kepercayaan dan amanah, untuk memberikan yang terbaik bagi rakyat,” pungkasnya.

Rencana pengadaan pin emas DPRK Aceh Tengah ini diprediksi akan terus menjadi isu hangat, seiring dengan meningkatnya kritik publik terkait efektivitas penggunaan anggaran daerah.[]

Editor : Yurisman
inisiatifberdampak
Tutup