Ramadhan

Nelayan Masih Tradisional, Abdya Perlu Industri Hilir Perikanan dan Cold Storage

Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Ujong Serangga, Gampong Padang Baru, Kecamatan Susoh, Aceh Barat Daya. (Foto Sat Polairud Polres Abdya).

INISIATIF.CO, Blangpidie – Potensi sektor kelautan di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) masih jauh dari maksimal. Meski garis pantai yang dimiliki cukup panjang dan aktivitas nelayan mulai menggeliat, sektor ini masih menghadapi berbagai keterbatasan, mulai dari alat tangkap tradisional hingga ketiadaan fasilitas penunjang seperti cold storage dan industri pengolahan hasil laut.

Rektor Universitas Teuku Umar (UTU), Prof. Dr. Ishak Hasan, M.Si, menyoroti kondisi ini dalam wawancara reflektif pada peringatan 23 tahun Abdya bersama INISIATIF.CO, Kamis (24/42025).

Menurutnya, nelayan Abdya hingga saat ini masih tergolong tradisional dan belum mendapatkan dukungan infrastruktur yang memadai untuk meningkatkan produktivitas dan nilai tambah hasil tangkapan mereka.

“Nelayan kita masih sangat tradisional. Belum didukung oleh cold storage (ruang pendingin tempat menyimpan bahan makanan/ikan agar awet) yang baik, juga belum ada industri pengolahan hasil laut. Padahal ikan dan udang itu sudah mulai banyak. Sayangnya, industri hilir belum hadir sama sekali,” ungkap Prof. Ishak.

Ia mencontohkan, hingga saat ini Abdya bahkan belum memiliki industri kecil untuk mengolah ikan menjadi kerupuk, meskipun bahan bakunya melimpah.

“Kita malah masih makan kerupuk impor dari Palembang. Ini ironis,” katanya.

Ketiadaan cold storage berdampak langsung pada kualitas dan daya jual hasil tangkapan nelayan. Tanpa penyimpanan yang layak, ikan cepat rusak dan harganya jatuh di pasaran.

“Kawasan pelabuhan harus dilengkapi fasilitas pendukung seperti penyimpanan es, bahan bakar yang cukup, dan tentu saja industri pengolahan,” ujarnya.

Lebih jauh, Prof. Ishak menilai bahwa pembangunan industri pengolahan hasil laut tak hanya penting untuk meningkatkan nilai ekonomi, tapi juga bisa menyerap tenaga kerja lokal dan menggerakkan ekonomi mikro di wilayah pesisir.

Menurutnya, inilah saatnya Abdya bertransformasi dari daerah penghasil bahan mentah menjadi produsen produk bernilai tambah.

“Kalau kita ingin keluar dari jeratan kemiskinan, kita tidak bisa terus hanya menjual ikan mentah. Kita harus pikirkan hilirisasi. Harus ada industri pengalengan, pembuatan abon, kerupuk ikan, hingga produk ekspor,” jelasnya.

Ia pun mendorong adanya kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, dan perguruan tinggi untuk mendorong pengembangan industri ini.

“Kampus punya SDM, punya riset. Pemerintah punya kewenangan dan anggaran. Masyarakat punya tenaga dan potensi. Tinggal bagaimana semua ini disatukan dalam satu visi pembangunan,” tegas Prof. Ishak.

Di tengah besarnya potensi dan terbukanya pasar produk laut, Abdya disebutnya harus segera mengambil langkah konkret.

Kondisi ini menjadi pengingat bahwa pembangunan sektor perikanan tak cukup hanya berhenti pada aktivitas menangkap ikan. Tanpa strategi hilirisasi dan dukungan infrastruktur, potensi laut Abdya akan terus tenggelam dalam keterbatasan.[]

Editor : Redaksi
Gerakan Syiar Islam
Tutup