Museum Susoh Pamerkan Pedang Teuku Ben Mahmud dan Pelaminan Tahun 1930
INISIATIF.CO, Blangpidie – Sebagai upaya mengangkat kembali warisan perjuangan dan budaya lokal, Museum Susoh di Kabupaten Aceh Barat Daya memamerkan dua koleksi bersejarah dalam Pameran Kebudayaan yang digelar pada 21–22 Juli 2025.
Pameran ini merupakan bagian dari Festival Jalur Rempah Barat Selatan Aceh 2025, yang berlangsung sejak 19 hingga 28 Juli.
Dua koleksi utama yang dipamerkan adalah pedang pribadi milik Teuku Bentara Mahmud Setia Radja (Teuku Ben Mahmud) dan pelaminan adat tahun 1930 milik keluarga Teuku Umar bin Teuku Raja Cut bin Raja Muda Nyak Sawang, keponakan kandung sekaligus cucu tiri Teuku Ben Mahmud.
Keduanya merupakan artefak otentik yang menjadi pengingat kuat terhadap warisan perjuangan dan kebudayaan masyarakat pesisir barat Aceh.
Pedang yang dipamerkan merupakan senjata asli yang digunakan langsung oleh Teuku Ben Mahmud dalam berbagai penyergapan terhadap pasukan kolonial Belanda. Ia dikenal sebagai panglima gerilya yang memimpin serangan di berbagai kawasan, termasuk Tripa, Kuala Batee, Susoh, Blangpidie, Meukek, Tapaktuan, Kluet, Trumon, dan Singkil.
Dalam sejumlah aksi, ia berhasil menewaskan perwira Belanda dan merampas logistik militer. Ia juga dikenal sebagai pemimpin yang tegas terhadap para pengkhianat, termasuk dalam peristiwa eksekusi terhadap Keurani Abdul Hamid di Meukek, yang terbukti menjadi mata-mata Belanda.
“Pedang ini adalah lambang perlawanan rakyat Aceh yang tidak pernah tunduk, bahkan terhadap musuh dari dalam bangsanya sendiri,” ujar Rozal Nawafil STrIP, Plt. Kepala Museum Susoh.
Pelaminan yang turut dipamerkan dibuat pada 1 Juli 1930 oleh Siti Arab istri Teuku Umar bin Teuku Raja Cut, cucu dari Raja Muda Nyak Sawang (Teuku Nyak Sawang)—adik kandung dari ayah Teuku Ben Mahmud, yakni Teuku Ben Abbas. Kedekatan keluarga ini, baik secara darah maupun dalam perjuangan, menjadi warisan nilai yang masih dijaga hingga kini. Adapun pelaminan tersebut dijahit menggunakan benang emas pada bagian tengah kain ija tabeng—elemen utama pelaminan adat pesisir Aceh. Kini berusia 95 tahun, pelaminan tersebut masih terawat baik dan menampilkan keindahan serta simbol budaya pernikahan Aceh-Aneuk Jamee pada masa itu.
Keberadaan makam Cut Hasnah binti Teuku Umar bin Teuku Raja Cut yang terletak di halaman Museum Susoh menjadikan museum ini tidak sekadar ruang pamer benda bersejarah, tetapi juga tapak nyata dari jejak keluarga pejuang.
Museum Susoh berdiri di atas tanah yang menyimpan sejarah hidup masyarakatnya, di sini juga Teungku Muhammad Daud Beureueh tahun 1950 membuat dasar Aceh Barat Daya bersama Muhammad Djamin Arsyad.
Ketua DPP Aceh Culture and Education (ACTION), Aris Faisal Djamin, menyampaikan harapannya kepada Menteri Kebudayaan Republik Indonesia sekaligus Ketua Dewan Gelar Nasional, Dr. H. Fadli Zon, S.S., M.Sc.
“Sebagai bagian dari upaya pengusulan Teuku Ben Mahmud sebagai Pahlawan Nasional, DPP Aceh Culture and Education berharap agar Bapak Fadli Zon dapat menaruh perhatian khusus terhadap tokoh ini. Melalui bukti-bukti sejarah dan artefak yang telah dikurasi, perjuangan Teuku Ben Mahmud diharapkan dapat diakui secara nasional sebagai bagian dari narasi besar kemerdekaan Indonesia,” ujar Aris, yang juga cicit kandung dari Teuku Umar bin Teuku Raja Cut.
Aris, yang merupakan kurator Museum Susoh, menambahkan bahwa pameran dan rangkaian festival jalur rempah ini adalah bentuk nyata upaya pewarisan nilai sejarah di tingkat lokal.
“Kami ingin menjadikan Museum Susoh sebagai ruang edukasi yang hidup. Bukan hanya mengenang, tapi merawat. Setiap koleksi di sini punya cerita dan keteladanan,” ujar peneliti sejarah barat selatan Aceh tersebut.
Pameran ini merupakan bagian dari Festival Jalur Rempah Barat Selatan Aceh 2025, sebuah agenda kebudayaan yang mengangkat kembali sejarah kawasan Barsela sebagai simpul perdagangan rempah dan titik penting pertemuan budaya. Festival ini diselenggarakan oleh Aceh Culture and Education (ACTION) bersama Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah I, didukung oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, beberapa perseroan terbatas dan pelaku usaha lokal.
Adapun rangkaian kegiatan festival meliputi:
- Duek Pakat Kebudayaan (19 Juli)
- Pameran Kebudayaan (21–22 Juli)
- Workshop Ekonomi Rempah (23 Juli)
- Basarayo Madat Labai Dappa (24 Juli)
- Seminar Sejarah Jalur Rempah (28 Juli)
Ketua Panitia Festival, Khazinatul Asrar SSTP, menegaskan bahwa kegiatan ini tidak hanya bertujuan memperkenalkan koleksi sejarah, tetapi juga menumbuhkan kebanggaan dan kesadaran kolektif masyarakat terhadap pentingnya menjaga warisan daerah.
“Pameran ini bukan hanya tentang benda tua. Ini tentang siapa kita, dari mana kita berasal, dan untuk apa kita berjuang. Kita ingin generasi muda tahu bahwa sejarah kita dimulai dari tanah ini — dan para pejuang itu adalah darah kita sendiri,” ujar Khazinatul, yang akrab disapa Rio.
Dengan koleksi otentik seperti pedang dan pelaminan yang dipamerkan, Museum Susoh kini tampil sebagai ruang edukasi publik yang relevan dan bernyawa, menghubungkan generasi hari ini dengan warisan perjuangan serta nilai kebudayaan masa lalu.[]