Mencari Jalan Tengah Antara Sosialisme dan Kapitalisme Ala Prabowo
INISIATIF.CO – Pemerintahan Prabowo Subianto di Indonesia menghadapi tantangan unik, memadukan dua ideologi ekonomi yang sering dianggap bertolak belakang, yakni sosialisme dan kapitalisme.
Kebijakan seperti program makan gratis untuk siswa dan subsidi susu mencerminkan semangat sosialis, sementara insentif investasi dan pemangkasan pajak bagi korporasi berakar pada inisiatif prinsip kapitalis.
Namun, bisakah dua paradigma ini bersinergi tanpa menciptakan kontradiksi? Tulisan ini akan menganalisis upaya Prabowo melalui lensa teori ekonomi, mengidentifikasi risiko, dan menawarkan solusi untuk memitigasi paradoks yang mungkin muncul.
Secara teori, sosialisme menekankan peran negara dalam redistribusi sumber daya untuk mengurangi ketimpangan dan menjamin akses universal terhadap layanan dasar. Sementara itu, kapitalisme bertumpu pada mekanisme pasar, efisiensi, dan insentif swasta untuk mendorong pertumbuhan.
Keduanya kerap dianggap tak sejalan. Sosialisme dikhawatirkan membunuh inovasi, sementara kapitalisme dinilai memperlebar jurang sosial. Namun, dalam praktik global, beberapa negara berhasil menggabungkan elemen keduanya.
Model Nordic (Skandinavia), misalnya, mempertahankan pasar bebas yang dinamis tetapi dengan jaring pengaman sosial yang kuat.
Di Indonesia, Prabowo tampak terinspirasi model ini. Pertanyaannya, apakah konteks Indonesia, dengan kompleksitas birokrasi, ketimpangan struktural, dan kapasitas fiskal terbatas memungkinkan sintesis serupa?
Kebijakan Prabowo menunjukkan upaya untuk merangkul kedua kutub ideologi tersebut. Di satu sisi, program makan gratis dan susu untuk 83 juta siswa serta kartu layanan kesehatan gratis (BPJS) mencerminkan komitmen negara dalam memenuhi hak dasar.
Kebijakan ini selaras dengan teori John Maynard Keynes, yang menekankan peran pemerintah dalam menstimulasi permintaan agregat melalui belanja sosial.
Di Indonesia, program ini berpotensi mengurangi stunting (yang masih dialami 35% balita pada 2023:BPS) sekaligus meningkatkan partisipasi pendidikan. Di sisi lain, Prabowo menjanjikan kemudahan berusaha, tax holiday untuk investor asing, dan pengembangan kawasan ekonomi khusus (KEK). Kebijakan ini mengadopsi prinsip ekonomi neoliberal ala Milton Friedman, yang percaya bahwa pertumbuhan ekonomi hanya tercapai melalui investasi swasta dan efisiensi pasar.