ANTINARKOBA

Manajemen Mitigasi Risiko Jelang Puncak Haji 2025

Toto Suharto (Guru Besar/Rektor UIN Raden Mas Said Surakarta, Tim Monev Haji 2025 Kementerian Agama. (Dokpri).

INISIATIF.CO – Mitigasi risiko adalah tindakan yang diambil untuk mengurangi dampak atau kemungkinan terjadinya risiko, baik itu yang berpotensi atau telah terjadi. Proses ini melibatkan identifikasi risiko, evaluasi dampaknya, dan penerapan strategi untuk mengelola, menghilangkan, atau membatasi risiko. Sebuah risiko dapat diartikan sebagai akibat yang kurang menyenangkan, baik merugikan atau membahayakan, dari suatu perbuatan atau tindakan. Untuk dapat menghilangkan kondisi “kurang menyenangkan” ini, suatu manajemen biasanya melakukan mitigasi.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mitigasi adalah tindakan mengurangi dampak bencana (kbbi.web.id/mitigasi), sementara menurut Oxford Advanced Learner’s Dictionary, mitigasi adalah pengurangan terhadap seberapa tidak menyenangkan, serius, dan lain lain tentang suatu hal (oxfordlearnersdictionaries.com). Dengan ini, mitigasi berbeda dengan “pencegahan” yang sering dimaknai sebagai proses, cara, perbuatan mencegah; penegahan atau penolakan (KBBI Offline 1.51). Ketika mitigasi fokus pada pengurangan dampak yang tidak menyenangkan, sementara pencegahan terkonsentrasi pada perbuatan mencegahnya. Dengan demikian, mitigasi risiko berarti tindakan untuk mengurangi sesuatu yang kurang menyenangkan dari suatu proses kegiatan.

Ibadah haji adalah suatu proses kegiatan yang puncaknya akan dimulai dari wukuf di Padang Arafah, yaitu dimulai semenjak tergelincirnya matahari tanggal 9 Zulhijah hingga terbitnya matahari keesokan harinya, atau tanggal 10 Zulhijah. Wukuf di Arafah merupakan hal penting dari ibadah haji, bahkan Rasulullah dalam hadis sahih yang dikeluarkan Abu Daud (hadis nomor 1949), al-Nasai (hadis nomor 3044), dan al-Tirmizi (hadis nomor 2975) menyabdakan bahwa “(Ibadah) haji itu adalah (wukuf di) Arafah. Barangsiapa yang mendapatkan (wukuf) di Arafah, berarti ia telah mendapatkan (ibadah) haji”.

Pada proses wukuf di Arafah, seluruh jemaah haji dari berbagai belahan dunia akan tumpah-ruah di tempat yang menurut kemenag.go.id hanya berukuran 3.5 kali 3.5 km persegi, yang dimulai dari tanda tulisan Arafah Starts Here dan diakhiri dengan tanda tulisan Arafah Ends Here. Tempat ini tentu saja terbatas, padahal jemaah haji seluruh dunia jumlahnya sangat banyak. Untuk Indonesia saja, misalnya, pada 2025 jemaah haji berjumlah 221.000 jemaah (haji.kemenag.go.id).

Penumpukan Jemaah haji di Arafah tentu saja akan mengakibatkan crowdit (kerumunan) yang luar biasa. Untuk itu, diperlukan manajemen risiko yang baik, sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak menyenangkan. Di sinilah perlunya mitigasi risiko dalam pengelolaan haji.

Untuk penyelenggaraan haji tahun 2025, dalam rangka mitigasi risiko, pada tanggal 27 Mei 2025 telah diadakan rapat koordinasi antara Wakil Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi dengan para ketua kloter jemaah haji Indonesia. Rapat ini menghasilkan beberapa keputusan penting, berupa himbauan dari Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi, di antaranya yaitu: cuaca diperkirakan akan mencapai lebih dari 50 derajat, untuk itu dihimbau kepada seluruh jemaah untuk tidak keluar dari tenda saat di Arafah; proses menuju Muzdalifah dari Arafah tidak boleh berjalan kaki, tapi harus menggunakan transportasi semisal bus; menggunakan masker selama di puncak haji; dan menghubungi nomor pengaduan Arab Saudi di 1966 jika terjadi permasalahan akomodasi, seperti mati listrik atau layanan katering yang kurang memadai. Ini merupakan bagian dari identifikasi risiko, dengan melakukan kemungkinan-kemungkinan yang potensial terjadi. Identifikasi risiko semacam ini penting agar bisa dilakukan kebijakan manajeman srtategis untuk memitigasinya.

Sementara itu, pada tanggal 28 Mei 2025, Kementerian Agama melalui Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi telah mengeluarkan beberapa surat edaran, yaitu Surat Edaran Nomor: 105/PPIH-AS/5/2025 tentang Mekanisme Identifikasi dan Validasi Jemaah Peserta Program Murur dan Tanazul, Surat Edaran Nomor: Nomor: 106/PPIH-AS/5/2025 tentang Pembentukan Kafilah Armuzna Tahun 1446 H/2025 M, dan Surat Edaran Nomor: 111/PPIH-AS/5/2025 tentang Penggabungan PPIH Kloter Terpisah dengan Jemaah Kafilah Armuzna. Inti dari SE 105 adalah agar Kepala Sektor mendata seluruh jemaah yang masuk dan akan mengikuti Program Murur dan Program Tanazul selambat-lambatnya hingga tanggal 1 Juni 2025, untuk kemudian melaporkannya kepada Kepala Daerah Kerja (Daker) Mekkah.

Sementara SE 106 berisi tentang pembentukan Kafilah Armuzna (Arafah, Muzdalifah dan Mina) secara ad hoc yang terdiri atas Ketua Kloter, Pembimbing Ibadah dan Tenaga Kesehatan untuk mengembalikan konfigurasi jemaah dan Petugas Kloter berdasarkan grouping visa, sehubungan penerapan sistem Syarikah dan Markaz. Hasil dari rekonfigurasi jemaah dan petugas haji ini agar dilaporkan kepada Ketua Sektor, dan Ketua Sektor kemudian melaporkan kepada Kepala Daerah Kerja (Daker) Mekkah selambatnya tanggal 2 Juni 2025.

Adapun SE 111 memuat kebijakan tentang tindak lanjut fungsi Kafilah Armuzna yang kemudian disebut sebagai Perangkat Kafilah Armuzna (PKA). PKA yang terpisah dari jemaah yang didampinginya agar melakukan komunikasi dan koordinasi dengan jemaahnya. PKA yang terpisah dari jemaah karena perbedaan syarikah, agar bergabung di hotel yang ditempati jemaah terbanyak dalam Kafilah tersebut. PKA yang bergabung kembali ke jemaahnya melaporkan status penggabungannya ke Ketua Sektor terkait. Kemudian Ketua Sektor melaporkan hasil penggabungan PKA dengan jemaahnya, ke Kepala Daker Makkah selambat-lambatnya 2 Juni 2025. PKA dimohon dapat mendampingi jemaahnya, mulai dari persiapan pergerakan dari Makkah ke Armuzna hingga kembali lagi ke Makkah. SE ini dikeluarakan dalam rangka mengefektifkan struktur jemaah haji Indonesia 2025 yang berbasis syarikah dan markaz, serta untuk menjamin kelancaran pergerakan jemaah ke Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna).

Beberapa manajemen mitigasi risiko yang dilakukan oleh PPIH Arab Saudi di atas, yang dimulai dari identifikasi risiko hingga kebijakan untuk antisipasi risiko, sejatinya dilakukan agar proses haji 2025 dapat berjalan dengan baik dan terencana. Semoga penyelenggaran haji tahun ini dapat berjalan dengan aman, nyaman dan mabrur sepanjang umur. Al-Abdu fi al-tafkir wa al-Rabbu fi al-tadbir, demikian menurut Abdul Futuh Abdul Qadir Syakir (2021) dalam Journal of the Iraqi University, 50(1). Manusia yang merencanakan, Tuhan yang menentukan. Wa Allahu a’lam.

*Penulis adalah Toto Suharto (Guru Besar/Rektor UIN Raden Mas Said Surakarta, Tim Monev Haji 2025 Kementerian Agama)

Editor : Ikbal Fanika
Tutup