KPK Dorong Pendanaan Partai Lewat APBN, Solusi atau Celah Baru Korupsi?
INISIATIF.CO, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menggulirkan wacana lama dengan nuansa baru, pendanaan partai politik melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Usulan ini bukan tanpa alasan. Menurut KPK, langkah tersebut dinilai sebagai strategi untuk memutus rantai korupsi yang bersumber dari mahalnya ongkos politik.
Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, menyatakan bahwa sistem politik saat ini menuntut biaya besar dari para calon pejabat publik, baik di tingkat desa hingga nasional.
“Sistem politik di Indonesia saat ini memaksa para calon pejabat, mulai dari tingkat desa hingga nasional, untuk mengeluarkan biaya besar demi meraih jabatan publik,” katanya dalam kanal YouTube KPK, Kamis (15/5/2025).
Fitroh menambahkan, kondisi ini menjadi akar dari perilaku koruptif yang tumbuh subur di kalangan politisi. Banyaknya pelaku korupsi yang berasal dari produk proses politik menjadi salah satu pemicu KPK mengkaji langkah pencegahan korupsi lewat mekanisme pendanaan partai oleh negara.
Dukungan pun datang dari lingkaran pemerintahan. Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hasan Nasbi, menyebut bahwa usulan KPK perlu dibahas lebih lanjut.
“Wacana KPK terkait peningkatan alokasi dana APBN untuk partai politik, guna menekan potensi korupsi perlu untuk didiskusikan lebih lanjut,” katanya.
Ia menegaskan bahwa Presiden Prabowo Subianto memiliki agenda serius dalam pemberantasan korupsi sebagai bagian dari Astacita.
Senada, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas juga memberikan lampu hijau atas usulan ini. Menurutnya, pembiayaan dari negara akan meningkatkan objektivitas dalam proses rekrutmen kader partai. Ia mengusulkan alokasi dana berkisar 0,5 persen hingga 1 persen dari total APBN untuk mendukung program tersebut.
Namun, gagasan ini tidak lepas dari kritik. Beberapa kalangan menilai pendanaan parpol dari APBN justru berpotensi memperlebar peluang korupsi, mengingat rendahnya transparansi dalam pengelolaan keuangan partai. Selain itu, mereka menekankan bahwa korupsi bukan semata soal kekurangan dana, tetapi persoalan integritas.
“Praktik korupsi dinilai tidak selalu terjadi karena alasan kekurangan dana. Melainkan lemahnya integritas seseorang atau kelompok sehingga bisa melakukan perbuatan yang merugikan negara,” demikian bunyi kritik yang berkembang di ruang publik.
Di tengah pro-kontra, semua pihak sepakat bahwa kajian mendalam diperlukan sebelum langkah besar ini diambil. Jika tak hati-hati, niat memutus mata rantai korupsi justru bisa berbalik menciptakan peluang baru bagi penyimpangan dana publik.[]