Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Meningkat di Aceh: Apa Penyebab dan Bagaimana Solusinya?
INISIATIF.CO, Banda Aceh – Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Aceh melaporkan lonjakan signifikan dalam angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Aceh.
Sepanjang tahun 2024, tercatat 1.227 kasus, meningkat dari 1.098 kasus pada tahun sebelumnya. Rincian data menunjukkan 656 kasus kekerasan terhadap anak terjadi pada 2024, naik dari 634 kasus pada 2023. Aceh Utara mencatat kasus kekerasan anak terbanyak yakni 68 kasus, disusul Aceh Tengah 50 kasus dan Banda Aceh 49 kasus.
Sementara itu, kekerasan terhadap perempuan tercatat sebanyak 571 kasus, naik dari 464 kasus pada 2023. Aceh Utara kembali mendominasi dengan 93 kasus, diikuti Banda Aceh 60 kasus dan Aceh Tengah 49 kasus.
Dalam konteks ini, penting untuk mempertanyakan apa penyebab utama dari fenomena ini dan bagaimana solusi serta pencegahan yang bisa dilakukan ke depan?
Menurut Plt. Kabid Perlindungan Perempuan dan Anak DPPPA Aceh, Tiara Sutari, ada beberapa faktor mendasar yang berkontribusi terhadap tingginya angka kekerasan.
Pertama, budaya patriarki yang masih kuat di masyarakat Aceh menciptakan ketimpangan relasi kuasa, yang sering kali berdampak pada perilaku kekerasan, terutama di dalam rumah tangga.
Kedua, kondisi ekonomi yang buruk, terutama di daerah seperti Aceh Utara, memicu rendahnya pendidikan dan lemahnya pembangunan karakter keluarga. Hal ini menciptakan lingkungan yang kurang mendukung untuk perkembangan yang positif bagi anak dan perempuan.
Sebagian besar pelaku kekerasan adalah orang dekat korban, seperti tetangga, paman, atau bahkan orang tua, yang menunjukkan bahwa masalah ini sering kali bersifat domestik dan kompleks.
Solusi dan Pencegahan
Untuk mengatasi masalah ini, Tiara menekankan pentingnya melakukan kajian mendalam terhadap faktor-faktor penyebab kekerasan. Solusi yang diusulkan mencakup peningkatan program sosialisasi dan edukasi yang menyasar seluruh lapisan masyarakat. Edukasi tentang hak-hak perempuan dan anak, serta pentingnya relasi yang sehat dalam keluarga, harus menjadi prioritas.
“Sosialisasi dan edukasi harus terus dilakukan karena ini tidak hanya masalah individu, tetapi juga tantangan sosial dan budaya di Aceh,” kata Tiara Sutari, Senin (20/1/2025).
Kolaborasi antara pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan komunitas juga sangat penting. Membangun sinergi di antara berbagai pihak dapat membantu menciptakan program-program yang lebih efektif dalam mencegah kekerasan.
Selain itu, penguatan dukungan terhadap korban dan penjaminan kerahasiaan identitas pelapor juga perlu ditingkatkan agar masyarakat merasa lebih aman untuk melapor.
“Ini juga menunjukkan masyarakat lebih berani melapor karena adanya sosialisasi dan jaminan kerahasiaan identitas,” tambahnya.
Dengan pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan, diharapkan angka kekerasan di Aceh dapat ditekan dan masyarakat dapat hidup dalam lingkungan yang lebih aman dan harmonis.[]