Ramadhan

Jangan Sampai Algoritma Medsos Mengatur Emosi dan Waktu Anda!

Iluatrasi (Bigbox).

INISIATIF.CO – Di era digital dewasa ini, media sosial (medsos) telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Namun, kebiasaan scroll medsos berjam-jam ternyata membawa dampak serius pada kesehatan mental, terutama dalam membentuk pola pikir dan perilaku yang tidak sehat.

Salah satu contoh nyata adalah seseorang yang menghabiskan waktu 15-30 menit di medsos, yang kemudian mengembangkan mentalitas pemarah, temperamen, sulit diatur, dan menaruh ekspektasi tinggi terhadap kehidupan. Fenomena ini bukan sekadar masalah kebiasaan, melainkan cermin dari bagaimana medsos secara halus memengaruhi pikiran dan emosi kita melalui mekanisme psikologis dan neurologis yang kompleks.

Media sosial dirancang untuk menarik perhatian dan memicu emosi. Algoritma yang canggih menampilkan konten-konten tidak realistis, seperti kehidupan sempurna pasangan lain atau gaya hidup mewah, yang secara tidak sadar menciptakan ekspektasi berlebihan.

Psikolog Leon Festinger dalam Teori Perbandingan Sosial menjelaskan bahwa manusia cenderung menilai diri berdasarkan standar orang lain, dan medsos memperburuk kecenderungan ini. Penelitian lain mengungkapkan salah satu kelompok yang paling rentan terpapar pengaruh buruk medsos adalah kaum perempuan. Seorang istri misalnya, terpapar ilusi kesempurnaan yang ia lihat di medsos mungkin mulai membandingkan kehidupan rumah tangganya dengan yang ia lihat di layar. Ketika kenyataan tidak sesuai harapan, muncul disonansi kognitif (konflik mental antara harapan dan realitas) yang memicu frustrasi, kecemasan, bahkan gejala depresi, sebagaimana ditemukan dalam studi Journal of Social and Clinical Psychology (2018).

Selain itu, scroll medsos berjam-jam membanjiri otak dengan informasi berlebihan, menyebabkan kelelahan mental dan penurunan fungsi kognitif. Otak yang terus-menerus terpapar stimulus ini kesulitan memfilter informasi penting, sehingga kemampuan pengambilan keputusan dan pengendalian emosi terganggu.

Penelitian di Nature Human Behaviour (2019) menunjukkan bahwa multitasking di medsos mengurangi kapasitas memori kerja hingga 40%, membuat individu lebih impulsif dan mudah tersinggung. Dampak ini diperparah oleh dopamine rush yakni respons neurologis terhadap notifikasi atau konten baru yang menciptakan siklus kecanduan perilaku mirip judi. National Institute on Drug Abuse (2020) menyebutkan, otak terus mencari stimulasi ini, bahkan jika merusak produktivitas dan hubungan sosial.

Tak hanya mental, kebiasaan ini juga mengancam kesehatan fisik. Paparan cahaya biru dari layar mengganggu produksi melatonin, hormon pengatur tidur, meningkatkan risiko insomnia dan kelelahan kronis. Gaya hidup sedentari akibat terlalu lama duduk juga berkaitan dengan obesitas dan penyakit kardiovaskular. American Optometric Association (2023) bahkan melaporkan peningkatan kasus ketegangan mata digital, seperti pandangan kabur dan sakit kepala, pada pengguna medsos intensif.

Lantas, bagaimana cara melawan dampak negatif ini? Langkah pertama adalah membatasi waktu penggunaan medsos dengan fitur screen time atau aplikasi pengingat. Studi University of Pennsylvania (2018) membuktikan, mengurangi waktu medsos hingga 30 menit/hari secara signifikan menurunkan gejala depresi.

Kedua, mengalihkan perhatian ke konten positif dan bermakna, serta melatih kesadaran diri melalui teknik Cognitive Behavioral Therapy (CBT) untuk melawan pikiran irasional seperti, “kehidupan orang lain lebih baik dariku.”

Ketiga, mengganti kebiasaan scroll dengan aktivitas fisik atau interaksi langsung bersama keluarga. Olahraga, misalnya, merangsang produksi serotonin dan endorfin yang menstabilkan suasana hati, sekaligus mengurangi risiko penyakit akibat gaya hidup pasif.

Komunikasi terbuka dalam hubungan rumah tangga juga krusial. Psikolog John Gottman menekankan pentingnya membangun dialog tanpa menyalahkan, seperti mengungkapkan, “Aku merasa stres karena sering melihat konten pasangan ideal. Bisakah kita bicara tentang kebutuhan kita?” Pendekatan ini menciptakan ruang aman untuk mengatasi ketidakpuasan tanpa menjadikan medsos sebagai pelarian. Di sisi lain, interaksi tatap muka dengan komunitas atau teman terbukti mengurangi kecemasan sosial hingga 50%, menurut studi Harvard T.H. Chan School of Public Health (2022).

Scroll medsos keseringan mungkin terlihat seperti kebiasaan biasa, tetapi dampaknya terhadap mental, fisik, dan hubungan sosial bersifat sistemik. Dengan memahami mekanisme psikologis seperti perbandingan sosial dan kecanduan dopamin, serta risiko medis seperti gangguan tidur, kita dapat mengambil langkah proaktif.

Kuncinya adalah mengembalikan kendali atas kehidupan nyata, bukan membiarkan algoritma medsos mengatur emosi dan waktu kita. Sebagaimana diingatkan neurosains, teknologi adalah alat—manusialah yang harus menjadi pengendali, bukan sebaliknya. Dengan kesadaran ini, kita bisa menciptakan keseimbangan antara dunia digital dan kehidupan yang autentik, jauh dari jerat ilusi layar.[]

Editor : Redaksi
Tutup