INISIATIF.CO, Kanada — Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali menciptakan kontroversi dengan menyangkal penilaian komunitas intelijen AS terkait program nuklir Iran. Dalam pernyataannya pada Jumat (20/6/2025), Trump secara langsung membantah kesaksian yang telah disumpah oleh Direktur Intelijen Nasional AS, Tulsi Gabbard, mengenai ketidakaktifan Iran dalam mengembangkan senjata nuklir.
“Kalau begitu, komunitas intelijen saya salah. Mengapa komunitas intelijen mengatakan itu?” kata Trump saat menjawab pertanyaan wartawan mengenai posisi resmi AS terhadap Iran.
Ketika dijelaskan bahwa penilaian tersebut disampaikan oleh Tulsi Gabbard, Trump menegaskan kembali penolakannya dengan kalimat, “Dia salah.”
Dalam kesaksian di hadapan Kongres AS pada Maret 2025 lalu, Gabbard menyatakan bahwa komunitas intelijen Amerika Serikat (IC) masih mempertahankan pandangan bahwa Iran tidak sedang mengembangkan senjata nuklir. Ia menegaskan bahwa Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, belum mencabut larangan internal atas pengembangan senjata nuklir sejak program tersebut dihentikan pada tahun 2003.
“IC terus memantau dengan saksama jika Teheran memutuskan untuk mengesahkan kembali program senjata nuklirnya,” ujar Gabbard, mengacu pada singkatan dari komunitas intelijen.
Laporan CNN: Iran Belum Bangun Bom Nuklir
Sementara itu, laporan eksklusif CNN yang dirilis pada Selasa (17/6/2025) menguatkan kesaksian Gabbard. Berdasarkan informasi dari empat sumber anonim yang dekat dengan komunitas intelijen, disebutkan bahwa Iran belum mengambil langkah membangun bom nuklir dan jika pun dilakukan, diperkirakan butuh waktu dua hingga tiga tahun sebelum dapat digunakan secara militer.
Ketegangan kawasan meningkat drastis sejak Israel meluncurkan serangan udara pada 13 Juni, menargetkan sejumlah situs militer dan nuklir di Iran, termasuk fasilitas pengayaan uranium di Natanz. Sebagai balasan, Iran melancarkan serangan rudal ke wilayah Israel.
Data resmi menunjukkan, sedikitnya 24 orang tewas dan ratusan terluka di Israel, sementara di pihak Iran, korban mencapai 224 orang tewas dan lebih dari seribu lainnya luka-luka.
Menurut pejabat intelijen AS, serangan Israel memang menimbulkan kerusakan, namun tidak menghancurkan fasilitas utama di Fordow, yang dikenal sebagai salah satu situs nuklir paling terlindungi Iran.
Mereka memperkirakan bahwa serangan tersebut hanya memperlambat program nuklir Iran dalam hitungan bulan, bukan menghentikannya sepenuhnya.[]