Innalillahi…Waled Nura Meninggal Dunia, Aceh Kehilangan Ulama Panutan
INISIATIF.CO, Banda Aceh – Duka menyelimuti Aceh. Ulama kharismatik sekaligus anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dari Partai Adil Sejahtera (PAS Aceh), Tgk H. Rasyidin bin Ahmad atau yang lebih dikenal sebagai Waled Nura, telah berpulang ke Rahmatullah pada Rabu (11/6) pukul 18.38 WIB.
Kabar wafatnya Waled menyebar cepat di berbagai grup WhatsApp alumni pesantren dan komunitas masyarakat Aceh. Ucapan duka, doa, dan testimoni penuh cinta mengalir deras. “Innalillahi wa innailaihi raji’un, Waled Nura ka geutinggal geutanyoe satnyoe…” tulis seorang alumni di grup Dayah MUDI.
Waled bukan hanya anggota dewan. Ia adalah cahaya dari pesantren, penggerak dari mimbar, sekaligus jembatan dari ruang pengajian ke meja parlemen. Sosoknya mengajarkan bahwa agama dan politik bukan dua jalan yang bertentangan, tapi bisa berjalan beriringan dalam naungan dakwah.
Dari Nura ke DPRA
Sebagai alumni Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga, Waled Nura menanamkan dasar ilmunya pada ribuan santri. Ia mendirikan Yayasan Pendidikan Islam Nurur Rasyad Al-Aziziyah (NURA) di Pidie, yang dikenal luas karena mengintegrasikan pendidikan agama dan umum.
Namun langkahnya tak terhenti di balik pagar dayah. Ia menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) tingkat kabupaten hingga provinsi, memimpin organisasi keummatan seperti HUDA, lalu menerima amanah ulama, termasuk murabbinya, Abu MUDI untuk maju ke jalur politik melalui PAS Aceh. Dalam Pemilu 2024, ia terpilih sebagai anggota DPRA mewakili Dapil Pidie dan Pidie Jaya.
“Kami melihat Waled sebagai jembatan. Beliau membawa napas pesantren ke lembaga formal. Dan beliau tak pernah tinggalkan dayah, meski sedang menjabat,” kenang Gus Nanda, salah seorang murid sekaligus sahabat dekat almarhum.
Kondisi Waled mulai menurun usai serangkaian kegiatan politik di Jakarta. Awalnya hanya keluhan ringan seperti kesemutan dan nyeri otot. Namun dalam hitungan hari, ia mengalami kelumpuhan hampir total.
Diagnosis medis menyebutkan Guillain-Barré Syndrome (GBS), penyakit autoimun langka yang menyerang sistem saraf. Waled segera dilarikan ke RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo dan dirawat intensif. Meskipun secara fisik nyaris lumpuh total, matanya tetap menyala, menyiratkan semangat yang tak pernah padam.
“Saat saya menjenguk, Waled hanya bisa menggerakkan sedikit tangan. Tapi matanya tajam. Seolah berkata, ‘Aku belum selesai.’ Itu yang membuat kami luluh,” ucap Gus Nanda, seperti ditulis ruangberita.co, Jum’at (6/6/2025).
Perawatan Waled menjadi bagian dari ujian panjang. Plasmapheresis, terapi IVIG, doa-doa dari ribuan umat, semua dilakukan untuk mengembalikan kondisi sang guru.
Sayangnya, takdir berkata lain. Di tengah harapan dan cinta umat yang terus mengalir, Allah menjemput sosok yang selama hidupnya telah mendedikasikan segalanya untuk umat.
Di mata para santri dan koleganya, Waled adalah cerminan ulama sejati. Tawadhu dalam bersikap, tegas dalam menyuarakan nilai, dan konsisten menjadikan politik sebagai jalan dakwah, bukan ambisi pribadi.
“Waled sedang diuji, tapi kita juga sedang diuji: sejauh mana kita mendoakan. Kini Waled telah berpulang. Dan kita kehilangan cahaya.” ujar Gus Nanda lirih.
Hari ini, Aceh kehilangan bukan hanya seorang legislator, tapi seorang guru bangsa. Ulama yang menyatukan ilmunya dengan amal, suaranya dengan keikhlasan, dan langkahnya dengan restu para mursyid. Waled Nura telah tiada, namun keteladannya akan abadi dalam ingatan umat.
Mari sejenak hening, memanjatkan doa. Al-Fatihah untuk Tgk H. Rasyidin bin Ahmad (Waled Nura). Karena ulama yang wafat, hakikatnya tak pernah benar-benar pergi. Ia hanya pulang, setelah selesai mengabdi.[]
*Redaksi turut berduka cita yang mendalam. Semoga almarhum diterima di sisi Allah SWT, diampuni segala dosanya, dan diberikan tempat terbaik di surga-Nya. Aamiin.