Indonesia Airlines, Ambisi Langit yang Masih Mengawang
INISIATIF.CO, Jakarta – Di tengah langit harapan yang tampak cerah, Indonesia Airlines muncul seperti bintang baru di cakrawala industri penerbangan nasional. Maskapai ini digadang-gadang menjadi wajah baru Indonesia di panggung internasional, menawarkan layanan premium, didukung armada canggih, tim profesional berpengalaman global, serta investasi jumbo dari konsorsium bank internasional. Namun, sebelum sempat mengudara, maskapai ini justru terjebak turbulensi opini publik dan pernyataan resmi yang menyebutnya sebagai hoaks.
Pernyataan tegas dari Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan yang menyebut Indonesia Airlines sebagai kabar bohong, bukan hanya menampar kredibilitas perusahaan, tetapi juga menyentak nalar publik. Bagaimana mungkin sebuah entitas bisnis yang telah menyandang status Perseroan Terbatas di Indonesia, menjanjikan grand launching di empat kota dunia, dan mengklaim memiliki suntikan dana ratusan juta dolar dari investor internasional, tiba-tiba dianggap tidak nyata?
Di sinilah pangkal ironi itu bermula. Fakta-fakta yang disodorkan oleh pihak Indonesia Airlines—baik melalui media maupun siniar—tampak meyakinkan di atas kertas. Mereka punya jadwal peluncuran, rencana rute internasional ke 48 kota, bahkan spesifikasi armada yang ingin digunakan. Namun sayangnya, hingga kini belum ada satu pun pesawat yang bisa dilihat publik, belum ada bukti keterdaftaran resmi di otoritas penerbangan Indonesia, dan belum pula tampak jejak nyata dari operasional yang dijanjikan.
Sementara pihak maskapai berusaha meyakinkan publik bahwa mereka sedang menyelesaikan tahapan lobi dan perizinan, respons keras dari otoritas negara menjadi pukulan balik yang merusak kredibilitas. Tentu kita memahami bahwa industri penerbangan bukanlah lapangan bisnis biasa. Ia menuntut kepatuhan mutlak terhadap regulasi, keamanan, dan transparansi. Tidak cukup hanya bermodal semangat nasionalisme dan visi besar, apalagi jika semua hanya masih dalam tahap wacana dan rencana.
Argumen dari CEO Indonesia Airlines yang menyebut tudingan Kemenhub sebagai “pelecehan” justru memperkeruh citra profesionalisme perusahaan. Retorika emosional dan janji konferensi pers tidak serta-merta menepis fakta bahwa publik belum melihat satu pun bukti konkret dari kesiapan operasional maskapai ini. Menuduh otoritas gegabah tanpa mampu menunjukkan dokumen legal dan keberadaan fisik operasional, justru memperdalam keraguan.
Ini bukan semata tentang mimpi, ini soal tanggung jawab. Menjadikan nama “Indonesia” sebagai brand bukan hanya soal kebanggaan, tetapi juga beban moral. Sebuah nama besar tak boleh dikotori dengan janji-janji kosong yang tidak berpijak pada kenyataan. Bila memang Indonesia Airlines serius, maka langkah pertama yang harus diambil adalah transparansi penuh kepada publik, bukan perang kata-kata di media.
Kita semua tentu menginginkan lahirnya maskapai kebanggaan baru yang mampu bersaing di kancah global. Namun semangat itu harus dibarengi dengan integritas, legalitas, dan keterbukaan. Indonesia Airlines bisa saja bukan hoaks, tapi sejauh ini, realitasnya belum cukup untuk membuktikan bahwa ia bukan sekadar ilusi.
Dalam industri yang menyangkut nyawa manusia, keraguan bukan sekadar prasangka, ia adalah sinyal bahaya. Maka sebelum bicara soal mimpi tinggi, Indonesia Airlines harus lebih dulu menjejakkan kaki di daratan fakta. Jika tidak, maskapai ini hanya akan menjadi legenda urban baru, terdengar megah, tapi tak pernah benar-benar terbang.[]