Gaza: Menahan Lapar Hingga ke Surga
*Oleh : Nurul Wahida, S.Pd, M.Si
INISIATIF.CO – Langit kelabu masih menyisakan asap mengepul di atas reruntuhan bangunan-bangunan yang baru dibombardir zionis Israel. Di dalam tenda pengungsian Al-Maghazi yang terletak di kegubernuran Deir al Balah di Tengah jalur Gaza, ratusan pengungsi berkumpul di dalam tenda-tenda tak layak huni dan penuh debu.
Omar, seorang ayah muda tengah duduk termenung di atas tanah yang terus bergetar akibat ledakan rudal. Tatapannnya kosong dan lemah namun kekuatan iman tak pernah melemah di jiwanya. Hatinya pilu mendengar anak balitanya yang terus menangis karena kelaparan. Amina, istrinya pun hanya mampu terbaring lemas tanpa tenaga. Kakinya terkena tembakan tentara IDF (Israel Defense Forces).
“Ayah, aku lapar dan haus, adakah makanan dan minuman untukku?” keluh Zaenab, anak sulungnya yang masih berusia empat tahun.
“Iya sayang, sabar dulu ya, ayah akan mencari makanan”. Ucapnya gemetar sambil memeluk dan mencium kening Zaenab.
Ia pun melangkahkan kaki keluar tenda pengungsian dengan langkah gontai dan tidak stabil. Tubuhnya semakin hari semakin kurus dan ringkih karena malnutrisi yang dideritanya sejak sebulan terakhir ini. Pandangannya kabur dan kepalanya pusing sekali. Kulitnya mengering dan keriput. Perutnya merasakan lapar yang luar biasa karena sudah seminggu tak ada makanan dan minuman yang masuk ke tubuhnya. Dalam setiap hembusan nafas dan derap Langkah lemahnya ia terus berzikir agar diberi kekuatan.
Di luar tenda ramai para pengungsi tengah berlarian menuju satu tempat yang berjarak sekitar 500 meter dari tempatnya. Omar pun mengikuti arah kerumunan tersebut. Ternyata para pengungsi itu berlari menuju sebuah dapur umum tempat disediakannya makanan untuk para pengungsi.
Di dapur ini para petugas tengah membagikan makanan hangat berupa bubur adas kuning panas, sup makaroni dan roti gandum. Para pengungsi berdesak-desakan di dalam antrian sembari membawa wadah untuk menampung makanan. Di antara mereka ada anak-anak, para lansia, dan para wanita. Mereka menunggu giliran dengan tangan gemetar dan perut yang semakin terasa melilit.