ANTINARKOBA

Forum Suluh PTRG di UIN Ar-Raniry Soroti Ketimpangan Gender di Dunia Kerja

Dok UIN Ar-Raniry Banda Aceh

INISIATIF.CO, Banda Aceh – Dalam memperingati Hari Buruh Internasional, Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh menjadi panggung diskusi kritis soal kesetaraan di dunia kerja.

Melalui forum virtual Suluh PTRG Seri ke-25 yang digelar Jumat (9/5/2025), kampus ini mengajak berbagai pihak merefleksikan posisi perempuan dalam sistem ketenagakerjaan yang dinilai belum ramah dan inklusif.

Mengusung tema “Hari Buruh dan Hak Perempuan”, forum ini merupakan kolaborasi antara Kementerian Agama RI, We Lead, Aliansi PTRG, Forum PSGA, Rumah Kitab, dan UIN Ar-Raniry. Para narasumber nasional dari beragam latar belakang dihadirkan untuk membedah dinamika, tantangan, dan solusi dalam mendorong keadilan gender di ranah kerja.

Wakil Rektor III UIN Ar-Raniry, Prof. Dr. Mursyid Jawas, membuka forum dengan penegasan bahwa kampus harus mengambil peran aktif dalam perjuangan sosial.

“Kampus tidak hanya menjadi pusat kajian akademik, tetapi juga ruang kontribusi sosial untuk menyuarakan keadilan,” tegasnya.

Diskusi kemudian mengerucut pada beragam hambatan struktural yang masih membayangi pekerja perempuan. Direktur Kajian dan Advokasi Rumah Kitab, Achmat Hilmi, mengangkat temuan lapangan di empat kota besar yang memperlihatkan masih kuatnya hambatan budaya dan keagamaan dalam akses kerja bagi perempuan.

“Pendidikan tinggi belum tentu menerima perempuan bekerja. Inklusivitas masih terganjal pandangan keagamaan dan budaya yang belum sepenuhnya mendukung,” jelas Hilmi.

Suara kuat juga datang dari Eva K. Sundari, Koordinator Koalisi Sipil RUU PPRT, yang menawarkan pendekatan Feminisme Pancasila. Menurutnya, nilai-nilai lokal seperti gotong royong harus menjadi fondasi perjuangan.

“Kesetaraan bukan soal persaingan, tetapi kerja sama yang saling menguatkan. Care economy harus dipandang sebagai tanggung jawab bersama negara dan rakyat,” ujarnya.

Sementara itu, Tiasri Wiandani, mantan Komisioner Komnas Perempuan periode 2020–2024, menggarisbawahi diskriminasi sistemik dalam sistem ketenagakerjaan berbasis sektor formal yang abai terhadap perlindungan pekerja informal.

Senada dengan itu, Direktur Migrant Care, Wahyu Susilo, menyoroti kerentanan berlapis yang dihadapi pekerja migran perempuan.

“Mereka bekerja di sektor yang tidak diakui secara formal dan berada dalam struktur sosial yang patriarkis, sehingga rawan mengalami kekerasan berbasis gender,” katanya dengan nada tegas.

Menutup forum, Dr. Nashriyah, MA selaku moderator dan Koordinator PSGA LP2M UIN Ar-Raniry, merangkum urgensi sinergi berbagai pihak.

“Kampus, komunitas, negara, dan institusi keagamaan harus bergerak bersama,” tandasnya.[]

Tutup