Empat Pulau Diseret ke Sumut, Warga Aceh Singkil Gugat SK Mendagri
INISIATIF.CO, Singkil – Suara riuh masyarakat bergema dari Pulau Panjang, Aceh Singkil, Selasa (3/6/2025). Ratusan warga yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Masyarakat Aceh Menggugat Mendagri (AGAMM) turun ke lapangan, memprotes keras keputusan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang menetapkan empat pulau di Kecamatan Singkil Utara sebagai wilayah administrasi Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.
Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Ketel, dan Pulau Mangkir Gadang menjadi titik api dalam polemik yang menyentuh akar sejarah dan identitas Aceh. Warga menilai keputusan tersebut sebagai bentuk pengingkaran terhadap bukti historis dan administratif yang menguatkan bahwa keempat pulau tersebut berada dalam naungan Provinsi Aceh.
“Tidak ada satu pun celah yang menunjukkan bahwa keempat pulau ini milik Sumatera Utara. Ini bentuk kezaliman sistematis dan penuh rekayasa,” tegas Koordinator AGAMM, Muhammad Ishak, dalam orasinya yang disambut pekik dukungan dari massa aksi.
Puncak kemarahan ini dipicu oleh keluarnya SK Mendagri Nomor 300.2.2/2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode, Data Wilayah Administrasi Pemerintahan Pulau. AGAMM menilai kebijakan itu cacat prosedur dan tidak melibatkan partisipasi publik, khususnya masyarakat Aceh yang terdampak langsung.
Aksi damai tersebut berlangsung tertib, namun sarat muatan politik dan emosional. Warga membentangkan spanduk bertuliskan “Pulau Kami, Harga Diri Kami” dan “Cabut SK Pengingkaran Sejarah.” Mereka menuntut pemerintah pusat segera mencabut keputusan yang dinilai mendegradasi kedaulatan administratif Aceh.
Tak hanya menggugat Mendagri, massa juga mendesak Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil dan Pemerintah Provinsi Aceh untuk bersikap tegas. Dukungan dari DPD RI, DPR RI, serta DPRA diminta untuk mengawal persoalan ini di tingkat nasional.
“Kalau tuntutan ini tidak digubris, kami siap turun dengan kekuatan yang lebih besar,” ancam Ishak, mempertegas bahwa masyarakat tidak akan tinggal diam.
Aksi ini turut disaksikan oleh anggota DPD dan DPR RI dari daerah pemilihan Aceh, anggota DPRA, DPRK Aceh Singkil, Bupati, Wakil Bupati, hingga unsur Forkopimda. Kehadiran tokoh masyarakat dan tokoh agama menunjukkan bahwa persoalan ini bukan sekadar soal administrasi, melainkan menyentuh akar identitas dan martabat daerah.[]