Ekonomi Sawit Tumbuh, Tapi Kemiskinan dan Persoalan Dasar Masih Tinggi di Abdya
INISIATIF.CO, Blangpidie – Di balik geliat ekonomi yang didorong sektor sawit, Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) masih menyimpan persoalan mendasar yang belum terselesaikan; kemiskinan, buruknya sanitasi, dan minimnya akses air bersih.
Dalam refleksi 23 tahun Abdya, Rektor Universitas Teuku Umar (UTU), Prof. Dr. Ishak Hasan, M.Si, menyampaikan bahwa selama ini pembangunan di Abdya terlalu terfokus pada sektor perkebunan sawit, yang ironisnya lebih banyak dinikmati oleh kalangan menengah ke atas.
“Kalau kita lihat, ekonomi sawit memang signifikan meningkatkan kesejahteraan. Rumah-rumah warga bisa berubah dalam 15 tahun terakhir. Tapi itu hanya untuk sebagian kalangan. Angka kemiskinan kita masih tinggi, dan sanitasi lingkungan masih buruk,” ujar Prof. Ishak.
Menurutnya, pemilik kebun sawit mayoritas bukan dari kelompok rentan secara ekonomi. Hal ini menyebabkan ketimpangan sosial tetap menganga, meski indikator pertumbuhan ekonomi secara kasat mata terlihat meningkat.
“Owner sawit ini adalah orang-orang menengah ke atas. Sementara di sisi lain, banyak warga yang masih kesulitan memenuhi kebutuhan dasar seperti MCK dan air bersih,” tambahnya.
Prof. Ishak juga menyoroti lemahnya pembangunan infrastruktur dasar. Di kota Blangpidie yang notabene merupakan ibu kota kabupaten, pasokan air bersih belum memadai. Apalagi di daerah-daerah pedalaman yang lebih sulit dijangkau.
“Air bersih saja, Blangpidie yang sumber airnya melimpah, masih belum maksimal. Itu menunjukkan ada yang keliru dalam skala prioritas pembangunan kita,” ujarnya.
Ia menilai, selama ini pemerintah daerah belum memiliki indikator yang komprehensif untuk mengukur keberhasilan pembangunan. Fokus yang hanya tertuju pada satu sektor tanpa memperhatikan keadilan distribusi manfaat justru memperlebar kesenjangan.
“Pembangunan tidak bisa hanya dilihat dari banyaknya proyek, tapi dari seberapa jauh masyarakat merasakan dampaknya dalam kehidupan sehari-hari,” katanya.
Prof. Ishak menyerukan perlunya menyusun blueprint (cetak biru) pembangunan daerah yang berkelanjutan dan inklusif. Menurutnya, tanpa panduan jangka panjang yang jelas dan partisipatif, pembangunan Abdya hanya akan jadi tumpukan proyek tanpa arah.
“Kalau tidak ada blueprint, kita tidak tahu arah pembangunan ke mana. Yang ada nanti hanya kesalahan-kesalahan baru,” tutupnya.[]