ANTINARKOBA

Dokter Minim, Sekolah Masih Tertinggal, Abdya Perlu Lompatan Kualitas Layanan Dasar

Warga Abdya mengantre untuk mendapatkan layanan kesehatan di RSU Teuku Pekan. Minimnya jumlah dokter, terutama spesialis, membuat waktu tunggu panjang masih menjadi pemandangan sehari-hari. (Foto: Linear.co.id).

INISIATIF.CO, Blangpidie – Menapaki usia ke-23 tahun, Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) dihadapkan pada pekerjaan rumah besar di sektor pendidikan dan kesehatan. Dua sektor vital ini dinilai masih tertinggal jauh dari standar ideal, baik dari sisi mutu, fasilitas, maupun sumber daya manusia.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2024 mencatat jumlah dokter yang berdinas di RSU Teuku Pekan Abdya hanya 62 orang. Dari jumlah itu, 31 merupakan dokter berstatus PNS, 8 PPPK, dan 23 lainnya berstatus kontrak atau honor.

Namun yang lebih mengkhawatirkan, hingga kini Abdya belum memiliki dokter spesialis di bidang krusial seperti dokter ahli bedah saraf, dokter ahli kardiologi, dokter ahli patologi anatomi, dokter ahli patologi forensik, dokter ahli ortopedi, dokter ahli gizi, maupun dokter rehabilitasi medik.

Kondisi ini menyebabkan pelayanan kesehatan belum menyentuh kualitas ideal. Masyarakat kerap harus dirujuk ke luar daerah hanya untuk mendapatkan layanan spesialis, yang tentunya memakan biaya dan waktu lebih besar.

Rektor Universitas Teuku Umar (UTU), Prof. Ishak Hasan, menegaskan pentingnya meningkatkan kualitas kesehatan dan pendidikan di Abdya. Ia menyebut dua sektor ini sebagai penentu utama masa depan daerah.

Kesehatan masyarakat itu penting. Rumah sakit yang berkualitas, dengan kelengkapan fasilitas dan tenaga medis, adalah kebutuhan dasar yang tak bisa ditawar-tawar lagi,” tegas Prof Ishak, kepda INISIATIF.CO, Kamis (24/4/2025).

Ia menambahkan, pembangunan fasilitas kesehatan harus disertai dengan strategi peningkatan kualitas SDM dan kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk akademisi.

Lebih lanjut, Prof. Ishak juga mendorong sinergi antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat untuk membangun sistem layanan kesehatan yang responsif dan modern. Menurutnya, pemerintah tidak boleh berjalan sendiri. Kalangan kampus, seperti UTU, memiliki sumber daya untuk mendukung dengan pendampingan riset dan inovasi kebijakan kesehatan.

Menurut putra asli Abdya ini, tanpa peningkatan kualitas layanan medis dan fasilitas rumah sakit, harapan hidup dan produktivitas masyarakat sulit meningkat.

Dengan kondisi ini, pembangunan sektor kesehatan di Abdya butuh lompatan besar. Bukan hanya pembangunan fisik rumah sakit, tapi juga investasi pada dokter spesialis, peralatan modern, dan sistem rujukan yang terintegrasi.

“Masa depan Abdya bergantung pada seberapa sehat rakyatnya,” ujarnya lagi.

Di bidang pendidikan,  Prof Ishak juga menyampaikan kritik konstruktif terhadap kondisi pendidikan di Abdya saat ini. Menurutnya, kemajuan pendidikan sangat bergantung pada kualitas kepemimpinan sekolah dan keberanian membuat lompatan inovasi.

“Kita perlu menyeleksi kepala sekolah yang andal untuk bisa membawa sekolah-sekolah di Abdya menuju arah yang berkualitas dan modern,” ujar Prof. Ishak.

Ia menilai, sekolah-sekolah di Abdya masih minim inovasi dan belum mempersiapkan siswa menghadapi dunia global. Sarana prasarana terbatas, sistem pengajaran yang kaku, serta kurangnya pelatihan bagi guru membuat mutu pendidikan tak banyak berubah dari tahun ke tahun.

Salah satu gagasan yang mengemuka adalah pentingnya penguasaan bahasa asing sebagai modal kerja global. Prof Ishak bahkan mengusulkan pembentukan kampung Bahasa Inggris di Abdya, seperti model di Kampung Pare, Kediri, Jawa Timur.

“Kita bisa bentuk kampung Bahasa Inggris di Abdya. Jika anak-anak bisa menguasai bahasa asing, mereka tak harus bergantung pada lapangan kerja lokal. Mereka bisa bersaing secara global, termasuk di negara-negara seperti Jepang yang sedang mengalami depopulasi,” lanjutnya.

Sayangnya, hingga kini, belum terlihat arah kebijakan yang konkret untuk memperkuat pendidikan vokasional, soft skills, maupun integrasi teknologi dalam proses belajar-mengajar.

Prof. Ishak menggarisbawahi bahwa tanpa cetak biru pembangunan yang berkelanjutan, Abdya akan terus terjebak dalam lingkaran persoalan dasar. Ia mendorong pemerintah daerah dan parlemen menyusun blueprint pembangunan jangka panjang agar pembangunan tak lagi bergantung pada siapa kepala daerahnya.

“Masyarakat butuh pelayanan dasar yang bermutu. Kalau pendidikan dan kesehatan kita tidak ditingkatkan, bagaimana kita bicara masa depan Abdya?” pungkasnya.[]

Editor : Redaksi
Tutup