Bupati Mirwan Akui Khilaf, Minta Maaf ke Presiden hingga Masyarakat Aceh Selatan

Bupati Aceh Selatan, H. Mirwan MS, saat menyampaikan permohonan maaf, Selasa (9/12/2025). [Foto: Tangkapan layar/ist]

Inisiatif Logo, Banda Aceh — Bupati Aceh Selatan, H. Mirwan MS, akhirnya menyampaikan permohonan maaf terbuka kepada publik setelah keputusannya berangkat umrah di tengah bencana banjir bandang di wilayah itu.

Permohonan maaf itu disampaikan Mirwan, Selasa (9/12/2025), tak lama setelah ia tiba di tanah air dan langsung menjalani pemeriksaan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Mirwan mengakui bahwa keberangkatannya ke Tanah Suci di saat wilayah yang ia pimpin dilanda musibah telah menimbulkan kekecewaan dan keresahan di tengah masyarakat.

“Assalamualaikum wr wb, Saya Haji Mirwan MS, selaku Bupati Aceh Selatan dengan segala kerendahan hati menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas ketidaknyamanan, keresahan dan kekecewaan banyak pihak terutama kepada Bapak Presiden RI, H Prabowo Subianto, dan Bapak Menteri Dalam Negeri, H Tito Karnavian, dan juga kepada Bapak Gubernur Aceh, H Muzakir Manaf, serta seluruh lapisan masyarakat,” ujar Mirwan.

Dia menyadari perbuatannya itu mencuri perhatian publik dan berdampak pada stabilitas nasional.

“Kami menyadari bahwa kepergian kami di tengah musibah menyita perhatian publik dan mengganggu stabilitas nasional. Kami berjanji akan terus bekerja bertanggung jawab terhadap Kabupaten Aceh Selatan pascabanjir, bekerja keras memulihkan kepercayaan publik dan memastikan kejadian serupa tidak terulang di masa yang akan datang,” tambahnya.

Usai kembali dari umrah, Mirwan langsung diperiksa Inspektorat Jenderal Kemendagri. Pemeriksaan ini merupakan tindak lanjut instruksi Presiden Prabowo Subianto yang menegaskan bahwa kepala daerah wajib berada di wilayahnya ketika bencana terjadi.

Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Bima Arya, memastikan proses pemeriksaan dilakukan secara menyeluruh.

“Aparatur dan semua yang terkait keberangkatan akan dilakukan pemeriksaan,” kata Bima usai rapat dengan Komisi II DPR di Senayan, Jakarta, Senin (8/12/2025).

Menurut Bima, arahan Presiden sudah sangat jelas, kepala daerah adalah komandan di lapangan saat bencana melanda.

“Bupati, wali kota itu pemimpin Forkopimda. Mereka yang mengoordinasikan langkah darurat di lapangan,” ujarnya.

Bima menjelaskan, kewajiban kepala daerah berada di lokasi bencana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. UU tersebut juga memuat mekanisme sanksi bagi kepala daerah yang dianggap lalai, mulai dari teguran hingga rekomendasi pemberhentian tetap melalui Mahkamah Agung.

“Jadi mari kita tunggu dulu hasil pemeriksaan terhadap Bupati Aceh Selatan,” kata Bima.

Kasus ini mencuat setelah Mirwan tetap berangkat umrah ketika banjir bandang melanda Aceh Selatan. Keputusan itu memicu kecaman publik dan reaksi keras dari Partai Gerindra.

Gerindra resmi memberhentikan Mirwan dari jabatannya sebagai Ketua DPC Gerindra Aceh Selatan. Presiden Prabowo Subianto juga meminta Mendagri memproses pemberhentiannya dari jabatan Bupati Aceh Selatan.

Pemeriksaan Kemendagri saat ini menjadi bagian awal menuju keputusan final terkait status Mirwan sebagai kepala daerah.

Menurut Bima, Menteri Dalam Negeri sebelumnya telah mengeluarkan Surat Edaran kepada seluruh kepala daerah untuk memastikan kesiapsiagaan menghadapi potensi bencana hidrometeorologi pada November–Desember 2025. Laporan BMKG menunjukkan peningkatan signifikan potensi cuaca ekstrem.

“Pada November hingga Desember 2025, potensi cuaca ekstrem cukup tinggi,” jelas Bima.

Karena itu, ketidakhadiran kepala daerah di lokasi bencana menjadi perhatian serius pemerintah pusat.

“Tentu kalau ada kepala daerah yang tidak ada di lokasi, itu perlu dilakukan investigasi,” tegasnya.[]

Editor : Ikbal Fanika
inisiatifberdampak
Tutup