Banner Niagahoster
Ramadhan

BPH Migas Tolak Usulan Gubernur Aceh Hapus Barcode BBM Subsidi, Berikut Penjelasannya

Foto tangkapan layar surat BPH Migas

INISIATIF.CO, Banda Aceh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) secara resmi menolak permintaan Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, untuk menghapus sistem barcode dalam pengisian Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi di seluruh SPBU Aceh.

Penolakan ini disampaikan melalui surat bernomor T-126/MG.01/BPH/2025 yang ditandatangani Kepala BPH Migas, Erika Retnowati, sebagai tanggapan atas permohonan resmi pemerintah daerah.

Bank Aceh

Dalam surat tersebut, BPH Migas menegaskan empat alasan utama penolakan. Pertama, BBM bersubsidi dan berkompensasi wajib terdistribusi kepada kelompok berhak sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 dan perubahan terakhir dalam Perpres 117 Tahun 2021. Sistem barcode dinilai sebagai alat krusial untuk memastikan BBM subsidi hanya diakses oleh penerima sesuai ketentuan, seperti nelayan, petani, dan pelaku transportasi umum.

Kedua, BPH Migas menekankan bahwa subsidi BBM merupakan pengeluaran negara yang dibiayai APBN, sehingga akuntabilitas dan transparansi harus menjadi prioritas.

“Tanpa sistem pendataan yang akurat, mustahil memastikan dana rakyat tidak bocor ke sektor yang tidak tepat,” tulis Erika Retnowati dalam suratnya.

Ia menambahkan penyalahgunaan subsidi berpotensi merugikan negara hingga triliunan rupiah.

Alasan ketiga, teknologi barcode atau QR Code disebut sebagai solusi efektif untuk meminimalkan praktik penimbunan atau penjualan ilegal BBM subsidi. BPH Migas mengkhawatirkan penghapusan sistem ini justru akan memicu lonjakan penyalahgunaan, terutama di daerah dengan kuota terbatas seperti Aceh.

“Jika barcode dihapus, masyarakat berhak mungkin kesulitan mengakses BBM subsidi karena kuota sudah habis diserap pihak tak bertanggung jawab,” jelas Erika.

Terakhir, meskipun BPH Migas memahami kekhususan Aceh sebagai daerah otonomi khusus berdasarkan UU Pemerintahan Aceh (UUPA), lembaga ini menegaskan bahwa prinsip transparansi keuangan negara tidak bisa ditawar.

“Status khusus bukan alasan untuk mengabaikan akuntabilitas. Justru Aceh harus menjadi contoh dalam mendukung tata kelola energi yang bersih,” tambahnya.

Penolakan ini memantik pro-kontra di tingkat lokal. Sebagian masyarakat Aceh menilai sistem barcode menyulitkan akses, terutama di daerah terpencil dengan infrastruktur digital terbatas. Namun, BPH Migas menegaskan bahwa digitalisasi SPBU telah mengurangi kebocoran subsidi hingga 30% di berbagai daerah sejak 2022.

Di balik polemik ini, terselip pertanyaan besar: apakah pemerintah pusat dan daerah bisa menemukan titik temu antara kepatuhan pada aturan nasional dan fleksibilitas untuk kebutuhan lokal?

BPH Migas membuka ruang dialog, tetapi dengan syarat Aceh tidak boleh menghilangkan mekanisme verifikasi. Sementara itu, Gubernur Muzakir Manaf hingga kini belum memberikan respons lebih lanjut terkait penolakan ini.[]

Editor : Ikbal Fanika
Iklan BRI
Tutup