Azhari Cage Gugat Kepmendagri: Empat Pulau Itu Punya Legalitas dari Aceh Sejak 1965
INISIATIF.CO, Singkil — Ketegangan batas wilayah antara Aceh dan Sumatera Utara atas empat pulau di Kabupaten Aceh Singkil kembali mencuat. Kali ini, anggota DPD RI asal Aceh, Azhari Cage, menyuarakan penolakan keras terhadap Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 yang menetapkan Pulau Panjang, Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, dan Pulau Lipan masuk ke dalam wilayah administratif Sumatera Utara.
Dalam pernyataan resminya usai bertemu dengan Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil dan tokoh masyarakat, Rabu (4/6/2025), Azhari menyebut keputusan pemerintah pusat tersebut sebagai bentuk simplifikasi yang menyesatkan.
“Kalau logikanya hanya garis pantai, Hawaii tidak mungkin masuk wilayah Amerika Serikat. Jaraknya jauh. Tapi secara hukum, itu sah milik Amerika. Sama halnya dengan empat pulau ini—historisnya jelas, administrasinya kuat, dan undang-undangnya mendukung bahwa itu bagian dari Aceh,” kata Azhari dalam keterangannya INISIATIF.CO, Rabu (4/6/2025)
Pernyataan itu sekaligus membantah argumen Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri, Safrizal ZA, yang sebelumnya menolak legalitas surat tanah sebagai bukti klaim wilayah. Menurut Azhari, logika tersebut tidak masuk akal dan justru melemahkan sistem pertanahan nasional.
“Kalau surat tanah tidak jadi bukti, lalu untuk apa kita punya sistem administrasi pertanahan? Surat tanah empat pulau itu dikeluarkan Agraria Aceh pada tahun 1965. Jadi, bukan cuma klaim emosional, tapi legal secara administratif,” tegasnya.
Azhari juga menyindir analogi yang dibuat Safrizal soal kepemilikan tanah oleh warga Singkil di Jakarta. Baginya, perbandingan itu jauh dari konteks dan tidak mencerminkan pemahaman tata batas wilayah.
“Kalau orang Singkil punya tanah di Jakarta, tentu suratnya dikeluarkan oleh Agraria Jakarta. Tapi untuk empat pulau ini, yang mengeluarkan suratnya adalah Agraria Aceh. Itu fakta yang tak bisa diabaikan,” ujarnya.
Lebih jauh, ia membeberkan adanya dokumen penting berupa kesepakatan bersama yang ditandatangani oleh Gubernur Aceh dan Gubernur Sumatera Utara pada tahun 1992, disaksikan langsung oleh Menteri Dalam Negeri saat itu. Dokumen tersebut, menurut Azhari, memperkuat legitimasi Aceh atas empat pulau yang kini disengketakan.
“Ini bukan hanya soal garis di peta. Ini soal martabat dan hak wilayah yang diakui sejarah dan hukum. Kami—DPD RI, DPR RI, Pemerintah Aceh, Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil, serta masyarakat—sepakat untuk memperjuangkan kembali empat pulau itu sebagai bagian dari Aceh,” tegasnya.
Azhari pun menyatakan komitmen penuh untuk terus menolak Kepmendagri tersebut dan mendesak agar pemerintah pusat meninjau ulang keputusannya.
“Hari ini kita tolak secara tegas SK Mendagri. Empat pulau itu milik Aceh. Ini harga diri yang harus kita pertahankan bersama,” pungkasnya.[]