60 Persen Warga RI Masih Miskin Versi Bank Dunia, Pemerintah: Kami Punya Standar Sendiri
INISIATIF.CO, Jakarta — Perdebatan soal standar pengukuran kemiskinan kembali mengemuka setelah laporan Bank Dunia menyebut mayoritas <a href="https://id.wikipedia.org/wiki/Kemiskinan_di_Indonesia">penduduk Indonesia masih tergolong miskin.
Di tengah perbedaan acuan tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menegaskan bahwa pemerintah memiliki ukuran tersendiri yang digunakan secara resmi dalam penghitungan tingkat kemiskinan nasional.
“Pemerintah punya angka, standarnya ada,” ujar Airlangga saat ditemui di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (29/4/2025).
Selama ini, pemerintah melalui Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan garis kemiskinan sebagai tolok ukur resmi. Berdasarkan data terakhir BPS, garis kemiskinan per September 2024 ditetapkan sebesar Rp595.242 per kapita per bulan, atau hampir Rp20.000 per hari.
Namun, standar tersebut berbeda jauh dengan pendekatan Bank Dunia. Dalam laporan Macro Poverty Outlook edisi April 2025, lembaga internasional itu mengklasifikasikan sebagian besar masyarakat Indonesia—sekitar 60,3 persen dari total populasi 285,1 juta jiwa pada 2024—masih termasuk dalam kategori miskin.
Bank Dunia menggunakan indikator garis kemiskinan negara berpendapatan menengah atas (upper middle income country), yaitu US$6,85 per kapita per hari, yang setara dengan sekitar Rp115.080 per orang per hari (dengan asumsi kurs Rp16.800/US$). Dengan acuan itu, jumlah penduduk miskin di Indonesia diperkirakan mencapai 171,91 juta jiwa.
Meski angkanya tergolong tinggi, laporan itu juga menunjukkan tren penurunan. Tingkat kemiskinan berdasarkan standar Bank Dunia menurun dari 61,8 persen pada 2023 menjadi 60,3 persen pada 2024. Proyeksinya, angka ini akan terus turun menjadi 58,7 persen pada 2025, 57,2 persen pada 2026, dan 55,5 persen pada 2027.
Perbedaan acuan antara standar nasional dan internasional ini menjadi catatan penting dalam memahami kondisi kemiskinan Indonesia secara utuh. Meski di tingkat domestik angka kemiskinan terus menurun, secara global, tantangan untuk meningkatkan daya beli dan kesejahteraan masyarakat masih cukup besar.
Pemerintah sendiri terus menekankan pentingnya akurasi data dan relevansi standar dalam kebijakan pengentasan kemiskinan. Sementara itu, laporan Bank Dunia memperlihatkan bahwa masih ada pekerjaan rumah besar dalam meningkatkan kualitas hidup warga negara di tengah status Indonesia sebagai negara berpendapatan menengah atas.[]