1.200 Siswa SMA di Aceh Terancam Putus Sekolah, Disdik Dorong Gerakan Orang Tua Asuh
INISIATIF.CO, Banda Aceh – Dinas Pendidikan (Disdik) Aceh mencatat sedikitnya 1.200 siswa jenjang SMA di seluruh Aceh masuk dalam kategori rentan putus sekolah.
Angka ini menunjukkan bahwa upaya pemerataan akses pendidikan di Tanah Rencong masih menghadapi tantangan besar, terutama di wilayah dengan kondisi ekonomi masyarakat yang belum stabil.
Kepala Dinas Pendidikan Aceh, Marthunis, mengungkapkan bahwa pemerintah daerah telah berupaya membantu melalui program beasiswa bagi siswa kurang mampu, namun langkah tersebut belum sepenuhnya mampu menuntaskan persoalan di lapangan.
“Mungkin itu belum cukup. Perlu ada gerakan orang tua asuh, dukungan dari guru, hingga pendekatan langsung kepada keluarga. Banyak faktor yang membuat anak rentan putus sekolah, mulai dari ekonomi, kondisi keluarga yang tidak harmonis, hingga rendahnya motivasi belajar,” ujar Marthunis kepada wartawan di Banda Aceh, Rabu (8/10/2025).
Menurut Marthunis, kerentanan siswa untuk berhenti sekolah tidak hanya disebabkan oleh keterbatasan ekonomi, tetapi juga kurangnya dukungan lingkungan belajar yang kondusif.
Ia menilai perlu adanya sinergi antara sekolah, masyarakat, dan pemerintah agar anak-anak di Aceh dapat terus melanjutkan pendidikannya hingga jenjang yang lebih tinggi.
“Peran guru sangat penting untuk mengunjungi dan memberi pemahaman kepada orang tua agar anak mereka tidak berhenti sekolah,” tambahnya.
Marthunis juga menekankan pentingnya pendekatan sosial dan emosional terhadap keluarga yang anaknya mulai jarang masuk sekolah.
“Kadang anak-anak bukan tidak mau belajar, tetapi mereka tidak mendapat dukungan moral dan finansial yang cukup,” ujarnya.
Dinas Pendidikan Aceh kini mendorong munculnya gerakan orang tua asuh di tingkat masyarakat untuk membantu anak-anak dari keluarga tidak mampu tetap bersekolah. Gerakan ini diharapkan dapat menjadi pelengkap program beasiswa pemerintah yang sudah berjalan.
Selain itu, pemerintah juga berencana memperkuat kerja sama dengan komite sekolah, guru bimbingan konseling (BK), dan tokoh masyarakat dalam mengidentifikasi siswa berisiko putus sekolah lebih awal.
“Kami berharap langkah-langkah ini dapat menekan angka putus sekolah dan memastikan setiap anak memperoleh hak pendidikan yang layak,” tutup Marthunis.[]